Oleh Afni Regita Cahyani Muis*
KOMPAS.com - Dengan jumlah penduduk 284 juta orang, kebutuhan makanan Indonesia cukup besar. Belum lagi, demografi penduduk yang mayoritas muslim menjadikannya sebagai pasar daging sapi, kambing, atau lembu potensial–terutama di momen perayaan Idulfitri dan Iduladha.
Melansir Badan Pusat Statistik, permintaan daging di Indonesia tahun 2024 mencapai 759.688 ton. Sayangnya, pasokan yang bisa tersedia dari produsen daging dalam negeri hanya mencapai 496.246 ton.
Hal inilah yang menyebabkan publik sering mendengar aksi importasi daging, sapi bakalan, hingga siap potong saban tahun.
Padahal, Kementerian Pertanian mencatat ada hampir 5 juta peternak skala rumah tangga. Namun, secara tren sejak tahun 2020, produksi daging sapi yang dihasilkan para peternak lokal berkurang.
Segudang tantangan perberdayaan peternak sapi lokal
Peternakan sapi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat memprihatinkan sampai saat ini. Pelaku usaha peternakan di Indonesia saat ini adalah peternakan rakyat yang berkontribusi sebanyak 78 persen dalam pasokan sapi. Usaha peternakan sapi di indonesia yang berfokus pada sapi potong didominasi oleh peternakan rakyat sebesar 4,20 juta orang yang menguasai lebih dari 98 persen ternak di Indonesia
Sayangnya, aktivitas peternakan rakyat belum berdaya. Industri peternakan lokal masih menghadapi tantangan dalam aspek seperti pembiayaan, investasi, hingga kemitraan. Masalah lainnya adalah pengelolaan informasi pemasaran yang tak memadai, kurangnya bimbingan teknis/pelatihan pengolahan hasil peternakan, pembinaan pendampingan sistem organik peternakan, dan pemutakhiran basis data UPH Peternakan.
Selain manajemen peternak, tantangan utama Indonesia untuk mencapai ketahanan suplai hewan kurban adalah pemerataan distribusi. Namun yang terjadi adalah distribusi yang tidak merata. Contohnya, sepanjang tahun 2024, sekitar 60 persen hewan kurban dan daging sapi berada di wilayah perkotaan karena ketimpangan antara desa dengan kota yang memengaruhi daya beli daging.
Akibatnya, secara nasional, rapor positif peningkatan produksi ternak Indonesia pada tahun 2024 masih didominasi ayam—sekitar 31,54 persen dari total produksi ternak nasional. Sementara realisasi pertumbuhan produksi daging sapi hanya tumbuh tipis sebanyak 3,93 persen atau 477 ribu ton.
Distribusi yang tidak merata juga hingga kini masih disebabkan oleh permasalahan klasik yakni mahalnya ongkos kirim. Seperti yang diketahui ongkos logistik di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara. Saking mahalnya ongkos logistik intranegeri di Indonesia, masih lebih murah ongkos kirim impor.
Perlunya acuan model bisnis dan logistik yang efektif
Pemerintah sebenarnya sedang berfokus memberdayakan peternak skala rumah tangga melalui banyak aspek.
Baca juga: Harga Serangga untuk Pertanian: Tanpanya, Rp 300 Triliun Melayang
Namun, sebelum melakukan sosialisasi atau langkah teknis pemberdayaan, ada baiknya pemerintah dan pihak terkait menentukan model bisnis yang tepat. Agaknya akan sulit jika peternak rakyat langsung diarahkan skema pasar bebas berorientasi industri.
Sebagai permulaan, pemerintah dapat menggandeng mitra-mitra untuk melakukan pemberdayaan peternak berbasis komunitas. Model pemberdayaan ini akan lebih cocok karena tetap mempertahankan kekhasan peternak rakyat.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya