JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak dicanangkan sebagai strategi nasional, hilirisasi nikel telah mengubah peta industri logam strategis di Indonesia.
Secara tidak langsung, hal itu mendorong tumbuhnya puluhan smelter, peningkatan produksi, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Meski demikian, mayoritas fasilitas peleburan masih didominasi oleh penanaman modal asing (PMA).
Hal itu terjadi karena kebutuhan investasi yang besar dan teknologi yang kompleks sehingga menarik banyak pelaku global untuk masuk lebih dulu.
Kendati demikian, sejumlah perusahaan dalam negeri tetap mengambil peran penting dalam industri ini. Salah satunya adalah PT Mitra Murni Perkasa (MMP) yang berada di bawah naungan MMS Group Indonesia (MMSGI).
Saat ditemui pada ajang Indonesia Critical Minerals (ICM) Conference and Expo 2025 yang diadakan di Hotel Pullman Jakarta, Selasa (3/6/2025), Direktur Keuangan PT Mitra Murni Perkasa (MMP) Dadik Achmad Zuhraidi mengatakan bahwa MMP adalah salah satu smelter pertama di Indonesia dengan 100 persen penanaman modal dalam negeri (PMDN).
MMP hadir untuk mendukung hilirisasi nikel nasional melalui produksi high-grade nickel matte untuk bahan baku baterai melalui smelter yang berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur.
“Kami 100 persen PMDN. Semua pemiliknya dari Indonesia. Kami ingin membuktikan bahwa proyek strategis bisa dibangun dengan kekuatan lokal,” ujar Dadik saat wawancara usai menjadi pembicara pada sesi CXO Panel bertema “Corporate Visionaries Chart Courses for Critical Mineral Evolution in Indonesia” di ajang ICM 2025.
Keputusan sebagai 100 persen PMDN, tambah Dadik, memberikan keleluasaan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan strategis.
Baca juga: Jadikan ESG sebagai Standar, MMSGI Bangun Masa Depan Tambang Berkelanjutan
Hal tersebut juga membuktikan bahwa industri hilirisasi bisa digerakkan oleh entitas nasional secara mandiri.
Lebih dari sekadar soal struktur kepemilikan, pendekatan yang dipilih MMP juga menunjukkan bahwa Indonesia mampu menghadirkan proyek dengan standar teknologi, lingkungan, dan operasional yang dapat bersaing.
Dalam operasionalnya, smelter milik MMP menggunakan teknologi canggih Reduction Kiln Electric Furnace (RKEF) berkapasitas 2x48 MVA.
Ada pula converter untuk memproduksi 26.000 MT high-grade nickel matte setiap tahunnya. Produk ini merupakan produk utama yang menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Teknologi itu dirancang untuk dapat memproduksi nikel jenis lain, seperti feronikel dan nickel matte agar dapat menyesuaikan dengan permintaan industri.
Selain keunggulan dari sisi teknologi dan fleksibilitas produksi, salah satu nilai tambah lain yang ditawarkan MMP adalah keterlibatan besar sumber daya manusia (SDM) lokal.
Bagi MMP, keterlibatan SDM dalam negeri menjadi tulang punggung operasional harian sekaligus mencerminkan kapasitas nasional yang terus berkembang.
MMP juga memiliki program pelatihan khusus untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal melalui pelatihan green operator bagi 250 calon tenaga kerja.
Tak sampai di situ, MMP pun memiliki komitmen untuk menyerap hingga 1.000 tenaga kerja dalam negeri.
“Orang-orang kami semua berpengalaman dan dari dalam negeri. Sebagian besar proses desain dan rekayasa dilakukan oleh insinyur Indonesia yang telah berpengalaman di industri nikel. Jadi, alatnya boleh dari luar, tapi desain dan arah teknis tetap ditentukan oleh orang lokal,” kata Dadik.
Sebagai perusahaan yang berada di bawah naungan MMSGI, grup usaha yang memiliki aspirasi menjadi yang terbaik di bidang energi dan properti dengan prinsip berkelanjutan, komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari operasional MMP.
Sejak awal, prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) diterapkan sebagai bagian dari desain operasional.
Bagi MMP, praktik keberlanjutan dijalankan bukan hanya sebagai kewajiban administratif, tetapi sebagai prinsip kerja harian yang diterapkan di setiap lini.
Salah satu wujud implementasinya ditunjukkan MMP melalui penggunaan pasokan listrik dari jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang didukung oleh renewable energy certificate (REC) sejak 2022.
REC adalah sertifikat energi hijau atau sertifikat energi terbarukan yang dapat digunakan untuk mengklaim konsumsi listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT), seperti surya, angin, atau air.
Melalui penggunaan REC, MMP secara serius membuktikan komitmen mereka untuk memerangi perubahan iklim global dan mendukung proyek-proyek EBT di Indonesia.
Baca juga: Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam
Selain REC, efisiensi konsumsi bahan bakar yang digunakan MMP untuk proses pembakaran dan peleburan nikel juga berhasil ditingkatkan hingga 10 persen.
Kemudian, desain teknis smelter juga mampu menekan emisi gas rumah kaca hingga 50 persen dibandingkan metode konvensional.
Semua teknologi yang digunakan dalam proses produksi itu dinilai lebih efisien secara energi dan mampu menekan emisi jika dibandingkan dengan metode peleburan lain yang lebih intensif terhadap lingkungan.
“Operasional kami sejak awal memang diarahkan untuk sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Bukan simbolik, tapi memang komitmen,” tegas Dadik.
Dadik menambahkan, seluruh proses produksi nikel di MMP juga mengikuti standar internasional, termasuk penerapan IFC Performance Standards dan kelengkapan sistem manajemen keselamatan serta lingkungan yang ketat.
IFC yang merupakan bagian dari World Bank Group sendiri menetapkan standar global yang diakui oleh investor internasional.
Kepatuhan terhadap standar IFC bagi MMP sangat penting demi memastikan operasional smelter berjalan secara berkelanjutan, bertanggung jawab secara sosial, dan ramah lingkungan.
Kemudian, smelter dari MMP juga berada di lokasi yang strategis, tepatnya hanya sekitar 20–25 menit dari pusat kota Balikpapan.
Smelter dilengkapi pelabuhan sendiri demi mendukung kelancaran logistik tanpa bergantung pada infrastruktur umum. Efisiensi ini sejalan dengan filosofi desain perusahaan, yakni modern, rendah emisi, dan terintegrasi.
Perusahaan menyatakan tujuan utamanya adalah mendukung hilirisasi nikel nasional dan berkontribusi pada target Net Zero Emission (NZE) Indonesia.
“Bagi MMP, komitmen ini bukan sekadar tertulis, melainkan harus dijalankan secara nyata, mulai dari teknologi yang digunakan, sumber daya yang diberdayakan, hingga pola kerja operasional. Green premium itu sering kali hanya jadi wacana, tapi kami tetap berupaya menjalankan standar terbaik,” terang Dadik.
Keberadaan smelter MMP juga turut mendongkrak investasi daerah. Pada 2023, misalnya. Proyek mereka tercatat menyumbang nilai investasi sekitar Rp 1 triliun untuk Kota Balikpapan. Ini jadi salah satu yang terbesar di Kaltim saat itu.
Dari sisi sosial, kehadiran smelter MMP juga memberikan kontribusi nyata. Selain menyerap tenaga kerja lokal, perusahaan juga aktif mengadakan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi teknis dan kesadaran lingkungan para pekerjanya.
Dalam konteks nasional, proyek yang dijalankan oleh MMP menjadi bukti bahwa hilirisasi dapat dijalankan tanpa ketergantungan pada modal asing.
Kemudian, MMP juga sukses membuktikan bila industri strategis bisa dibangun di atas fondasi keberlanjutan yang kuat dan penggunaan SDM lokal.
Semua hal tersebut bertujuan mendukung hilirisasi nikel nasional, memperkuat kontribusi terhadap energi bersih, dan memastikan agar nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia dinikmati secara adil dan berkelanjutan oleh bangsa sendiri.
Baca juga: MMSGI Tawarkan Model Sirkular Air di Lanskap Pascatambang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya