Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Baru Krisis Iklim, Tingkatkan Gangguan Pernapasan Kala Tidur

Kompas.com, 18 Juni 2025, 17:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti dari Universitas Flinders memperingatkan bahwa sleep apnea atau kondisi yang mengganggu pernapasan saat tidur akan menjadi lebih umum dan parah akibat pemanasan global.

Hal ini bisa meningkatkan beban kesehatan dan ekonomi di seluruh dunia.

Studi yang dipublikasikan di Nature Communications ini menemukan peningkatan suhu meningkatkan keparahan sleep apnea obstruktif (OSA).

Dengan skenario perubahan iklim yang paling mungkin, beban sosial OSA diperkirakan akan berlipat ganda di sebagian besar negara selama 75 tahun ke depan.

Mengutip Medical Xpress, Rabu (18/6/2025), penulis utama dan ahli tidur, Dr. Bastien Lechat, dari FHMRI Sleep Health, mengatakan, studi ini adalah penelitian pertama yang menguraikan dampak pemanasan global pada pernapasan saat tidur.

"Penelitian ini membantu kita memahami bagaimana faktor lingkungan seperti iklim dapat memengaruhi kesehatan dengan menyelidiki apakah suhu sekitar memengaruhi keparahan OSA," kata Dr. Lechat.

Baca juga: Perubahan Iklim Perparah Sebaran Bakteri Resistan Antibiotik di Tanah

"Suhu yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan 45 persen seseorang mengalami OSA pada malam tertentu," terangnya lagi.

Namun, besarnya gangguan pernapasan saat tidur bervariasi menurut wilayah. Orang-orang di Eropa mengalami tingkat OSA yang lebih tinggi saat suhu meningkat dibandingkan dengan orang-orang di Australia dan Amerika Serikat.

Ada kemungkinan itu terjadi karena tingkat penggunaan AC yang berbeda.

Sleep apnea memengaruhi hampir 1 miliar orang di seluruh dunia. Jika tidak diobati, kondisi tersebut bisa meningkatkan risiko demensia dan penyakit Parkinson, hipertensi, penyakit kardiovaskular, kecemasan dan depresi, penurunan kualitas hidup, kecelakaan lalu lintas, dan kematian karena semua penyebab.

Dalam studi ini, peneliti menganalisis data tidur dari lebih dari 116.000 orang di seluruh dunia menggunakan sensor di bawah kasur yang telah disetujui FDA untuk memperkirakan tingkat keparahan OSA.

Untuk setiap pengguna, sensor merekam sekitar 500 data malam yang terpisah. Para peneliti kemudian mencocokkan data tidur ini dengan informasi suhu 24 jam terperinci yang bersumber dari model iklim.

Baca juga: Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial

Peneliti kemudian melakukan pemodelan ekonomi kesehatan untuk mengukur kesejahteraan dan beban sosial akibat meningkatnya prevalensi OSA akibat meningkatnya suhu di bawah beberapa skenario iklim yang diproyeksikan.

"Dengan menggunakan pemodelan, kami dapat memperkirakan seberapa peningkatan prevalensi OSA akibat meningkatnya suhu bagi masyarakat dalam hal kesejahteraan dan kerugian ekonomi," kata Dr. Lechat.

Peningkatan prevalensi OSA pada tahun 2023 akibat pemanasan global dikaitkan dengan hilangnya sekitar 800.000 tahun kehidupan sehat di 29 negara yang diteliti.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau