Laporan juga menjelaskan pandangan konsumen terhadap kecerdasan buatan (AI) dalam krisis iklim.
Laporan menemukan secara keseluruhan konsumen bersikap optimis terhadap AI. Sebesar 83 persen responden percaya bahwa AI dapat membantu mengatasi krisis iklim.
Konsumen berharap AI akan memberikan dampak positif melalui beberapa cara spesifik yakni pembelajaran yang dipersonalisasi (43 persen), efisiensi energi (41 persen), dan prediksi iklim (40 persen).
Baca juga: Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi
Meskipun ada optimisme ini, laporan memberikan peringatan pula karena jejak karbon AI merupakan masalah besar.
Oleh karena itu laporan menyarankan agar perusahaan mempertimbangkan untuk mengakui dampak lingkungan dari teknologi AI ini dalam penggambaran visual atau komunikasi mereka mengenai solusi iklim yang didukung AI.
Perubahan dalam cara orang mencari dan visualisasi keberlanjutan juga tidak hanya terjadi pada gambar yang digunakan, tetapi juga pada kata kunci yang mereka cari di platform Getty Images.
Misalnya, pada tahun 2024, pencarian untuk "keberlanjutan" turun 21 persen dibandingkan dengan tahun 2023, sementara pencarian untuk "konservasi lingkungan" meningkat sebesar 12 persen.
Pencarian untuk istilah yang terkait dengan energi terbarukan, seperti "efisiensi energi", "transisi energi", dan "energi hidrogen" juga meningkat. Selama 10 tahun terakhir, jumlah visual yang menggambarkan teknologi hijau telah meningkat 300 persen.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya