Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populasi Hiu Paus Turun 50 Persen, Industri Kapal Didorong Lebih Ramah Satwa

Kompas.com, 27 Juni 2025, 11:16 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Populasi global hiu paus (Rhincodon typus) yang tersebar di sepanjang jalur migrasinya telah mengalami penurunan drastis hingga 50 persen.

Hiu paus membutuhkan laut yang aman untuk bertahan hidup. Namun, kondisi perairan yang saat ini semakin mengkhawatirkan, meningkatkan ancaman bagi spesies ini.

Iqbal Herwata, Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, mengatakan berdasarkan kajian tagging hiu paus, menunjukkan bahwa 92 persen ruang gerak horizontal yang digunakan hiu paus tumpang tindih dengan lalu lintas kapal besar.

“Studi tersebut juga menunjukkan bahwa estimasi risiko tabrakan berkorelasi erat dengan laporan kematian hiu paus akibat tabrakan kapal, menunjukkan tingkat mortalitas lebih tinggi di wilayah dengan tingkat tumpang tindih tertinggi,” ujar Iqbal sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya pada Jumat (27/6/2025).

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan bahwa untuk mengatasi masalah yang ada, di dalam studi tersebut dijelaskan pendekatan berbasis musim, yaitu di wilayah-wilayah tertentu yang menjadi lokasi migrasi atau agregasi hiu paus, perlu diterapkan zona manajemen musiman dengan pembatasan kecepatan kapal maksimal 10 knot.

Baca juga: Lindungi Hiu Paus, Indonesia dan Timor Leste Rancang Konservasi Lintas Batas

Selain itu, diterapkan juga zona perlambatan temporer yang diberlakukan setelah deteksi keberadaan satwa hingga pelarangan melintas di area penting saat musim agregasi. Pendekatan ini dinilai mampu mengurangi interaksi berisiko tinggi.

Iqbal mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan studi simulasi mitigasi ini di habitat inti hiu paus di Teluk Meksiko. Hasilnya dinilai efektif mengurangi risiko tabrakan dengan hiu paus tanpa membebani operasional kapal.

“Teknologi juga memegang peran penting dalam mitigasi ini. Pemanfaatan buoy akustik (alat sensor suara), radar termal, serta platform deteksi real-time memungkinkan pelacakan mamalia laut dan hiu paus secara harian,” ujar Iqbal.

Dengan menggabungkan data tagging satelit dan sistem pelacakan kapal, zona risiko tinggi dapat diidentifikasi dan peringatan dini bisa diberikan kepada operator kapal. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk pencegahan tabrakan.

Sementara itu, Pertamina International Shipping (PIS) sebagai unit usaha Pertamina yang bergerak di bidang industri perkapalan dan logistik maritim bersama Konservasi Indonesia (KI) mendorong perlindungan koridor ekologis laut melalui kegiatan Edukasi Koridor Satwa Laut, yang melibatkan peningkatan literasi bagi 130 pelaut PIS. Kegiatan ini digelar di Jakarta pada Rabu (25/6/2025).

Direktur Armada Pertamina International Shipping, Muhammad Irfan Zainul, menegaskan komitmen dunia industri perkapalan dan logistik maritim dalam upaya konservasi ini.

Menurutnya, keselamatan spesies besar laut seperti hiu paus bukan hanya tanggung jawab lembaga konservasi, tapi juga industri pelayaran.

“PIS mendukung pengembangan jalur pelayaran ramah satwa,” ujar Irfan.

Lebih lanjut, Irfan mengatakan bahwa keterlibatan industri perkapalan dan logistik dalam konservasi spesies laut juga berkontribusi pada penguatan reputasi industri ini di mata dunia.

Irfan menegaskan bahwa pihaknya ingin menjadi contoh bahwa pelayaran modern bisa berjalan seiring dengan upaya pelestarian laut, sekaligus mendukung komitmen PIS dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 14 (Life Below Water).

Baca juga: Konservasi Bukan Beban, Model Pelestarian Hiu Paus Bisa Jadi Strategi Nasional

“Inisiatif perlindungan koridor migrasi bukan hanya soal spesies, tapi soal keberlanjutan laut sebagai sumber kehidupan,” pungkasnya.

Memahami pergerakan hiu paus merupakan kunci dalam menyelamatkan populasi mereka. Dalam konteks konservasi, pemulihan bisa memakan waktu hingga satu abad, dan Indonesia berada di jalur penting migrasi spesies terancam punah ini.

Mengetahui pergerakan mereka, kapan, ke mana mereka pergi, serta durasi singgah, adalah kunci perlindungan yang efektif, termasuk mencegah tabrakan kapal yang menjadi salah satu ancaman utama.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Pemerintah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
LSM/Figur
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Pemerintah
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
LSM/Figur
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
LSM/Figur
Ada 'Penumpang Gelap' di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
Ada "Penumpang Gelap" di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
LSM/Figur
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
Pemerintah
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Pemerintah
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Pemerintah
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau