KOMPAS.com - Konsumen global sangat peduli terhadap perubahan iklim dan berharap perusahaan berperan aktif dalam mengatasinya.
Hal tersebut terungkap dalam laporan baru yang dilakukan oleh Getty Image berdasarkan survei yang melibatkan 5.300 hingga 7000 responden di seluruh dunia dari Juli 2022 hingga Juli 2024.
Apa saja yang laporan ini temukan?
Mengutip ESG Dive, Jumat (27/6/2025) studi menemukan sebanyak 69 persen konsumen global berpikir perubahan iklim secara langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.
Lalu sebanyak 86 persen percaya bahwa bisnis harus menggunakan sumber daya mereka untuk memperbaiki masyarakat dan lingkungan.
Dan sebanyak 82 persen konsumen menginginkan perusahaan memiliki pedoman dan praktik ESG yang jelas.
Baca juga: Bisnis Hijau Belum Massif di Indonesia, GRI Ungkap Sebabnya
Kendati demikian, dua dari tiga konsumen mengatakan mereka meragukan bahwa perusahaan benar-benar berkomitmen terhadap keberlanjutan.
Lebih lanjut, konsumen masa kini juga menuntut kejujuran komunikasi visual dan pesan yang lebih realistis dan berdampak dari perusahaan terkait perubahan iklim, bahkan jika itu berarti menunjukkan sisi yang kurang menyenangkan.
Laporan baru menemukan sebanyak 75 persen konsumen menginginkan visual yang menunjukkan bagaimana perusahaan dan pemerintah mengatasi perubahan iklim.
Pada saat yang sama, konsumen waspada terhadap greenwashing dengan 76 persen responden mengatakan mereka percaya produk dan layanan yang di beri label hijau adalah taktik pemasaran.
"Fokus komersial pada keberlanjutan naik turun. Itu akan melonjak ketika masyarakat menyoroti dan menuntut isu lingkungan dan akan surut ketika ada tekanan ekonomi," kata Rebecca Swift, wakil presiden senior kreatif di Getty Images.
Menurut laporan tersebut, representasi visual keberlanjutan telah bergeser selama dua dekade terakhir.
Sekitar tahun 2006, simbol populer untuk mewakili perubahan dan keberlanjutan adalah gambar beruang kutub di atas bongkahan es yang makin mengecil.
Dari 2018 hingga 2022, simbol yang digunakan lebih umum lagi yakni gambar yang menunjukkan dampak langsung dari perubahan iklim seperti banjir, kebakaran hutan, dan pengungsian.
Belakangan ada tren baru yang disebut greenhushing, di mana merek atau perusahaan menggunakan visual abstrak untuk mengisyaratkan mereka peduli terhadap keberlanjutan tanpa membuat klaim langsung.
Laporan juga menjelaskan pandangan konsumen terhadap kecerdasan buatan (AI) dalam krisis iklim.
Laporan menemukan secara keseluruhan konsumen bersikap optimis terhadap AI. Sebesar 83 persen responden percaya bahwa AI dapat membantu mengatasi krisis iklim.
Konsumen berharap AI akan memberikan dampak positif melalui beberapa cara spesifik yakni pembelajaran yang dipersonalisasi (43 persen), efisiensi energi (41 persen), dan prediksi iklim (40 persen).
Baca juga: Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi
Meskipun ada optimisme ini, laporan memberikan peringatan pula karena jejak karbon AI merupakan masalah besar.
Oleh karena itu laporan menyarankan agar perusahaan mempertimbangkan untuk mengakui dampak lingkungan dari teknologi AI ini dalam penggambaran visual atau komunikasi mereka mengenai solusi iklim yang didukung AI.
Perubahan dalam cara orang mencari dan visualisasi keberlanjutan juga tidak hanya terjadi pada gambar yang digunakan, tetapi juga pada kata kunci yang mereka cari di platform Getty Images.
Misalnya, pada tahun 2024, pencarian untuk "keberlanjutan" turun 21 persen dibandingkan dengan tahun 2023, sementara pencarian untuk "konservasi lingkungan" meningkat sebesar 12 persen.
Pencarian untuk istilah yang terkait dengan energi terbarukan, seperti "efisiensi energi", "transisi energi", dan "energi hidrogen" juga meningkat. Selama 10 tahun terakhir, jumlah visual yang menggambarkan teknologi hijau telah meningkat 300 persen.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya