Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi

Kompas.com - 21/03/2025, 20:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Survei Alibaba Cloud menemukan, sebanyak 76 persen bisnis di seluruh Asia, Eropa, dan Timur Tengah menjajaki pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan komputasi awan untuk mendukung keberlanjutan.

Akan tetapi, kekhawatiran tentang konsumsi energi yang tinggi dari teknologi tersebut menjadi kendala utama untuk adopsi yang lebih luas.

Laporan menyoroti bahwa 71 persen perusahaan percaya bahwa energi yang dibutuhkan untuk mendukung AI dan teknologi digital lainnya lebih besar daripada manfaatnya.

Melansir Sustainability News, Senin (17/3/2025), minat terhadap AI dan komputasi awan sebagai penggerak keberlanjutan berbeda-beda di setiap wilayah.

Baca juga: Mengapa Perusahaan AI Seolah Berubah Menjadi Perusahaan Energi?

Pasar Asia yang sedang berkembang menunjukkan minat tertinggi (83 persen), diikuti oleh Timur Tengah (78 persen), Eropa (74 persen), dan pasar negara maju Asia (72 persen).

Sementara itu khusus di Asia, beberapa negara menunjukkan minat tinggi terhadap teknologi tersebut. Beberapa negara yang dimaksud adalah Bisnis di Filipina (91 persen), Singapura (84 persen), Indonesia (81 persen), dan Thailand (81 persen).

Meskipun minat meningkat, banyak bisnis kesulitan memahami bagaimana teknologi digital dapat membantu mereka mencapai tujuan keberlanjutan.

Sekitar 59 persen organisasi mengakui kesenjangan ini, dengan Asia memimpin dengan 63 persen, diikuti oleh Eropa (61 persen), dan Timur Tengah (45 persen).

Beberapa hal yang dipermasalahkan adalah kekhawatiran soal tingkat adopsi serta konsumsi besar energi dari AI.

Lebih jauh, 62 persen eksekutif mengakui bahwa perusahaan mereka tertinggal dalam adopsi AI dan komputasi awan untuk mempercepat upaya keberlanjutan.

Singapura (80 persen), Filipina (77 persen), Jepang (75 persen), dan Hong Kong (75 persen ) juga melaporkan tingkat kekhawatiran tertinggi atas tingkat adopsi yang tertinggal.

Selain itu, konsumsi energi tetap menjadi masalah utama.

Sekitar 61 persen responden menyatakan kekhawatiran bahwa kebutuhan energi AI dan komputasi awan yang tinggi dapat menghambat adopsi.

Singapura (85 persen), Filipina (77 persen), dan Hong Kong (75 persen) memiliki tingkat kekhawatiran tertinggi.

Selain itu, 71 persen bisnis khawatir bahwa permintaan energi AI dapat lebih besar daripada manfaatnya. Kekhawatiran ini khususnya terlihat di Singapura (86 persen), Filipina (84 persen), dan Malaysia (81 persen).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau