KOMPAS.com - Survei Alibaba Cloud menemukan, sebanyak 76 persen bisnis di seluruh Asia, Eropa, dan Timur Tengah menjajaki pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan komputasi awan untuk mendukung keberlanjutan.
Akan tetapi, kekhawatiran tentang konsumsi energi yang tinggi dari teknologi tersebut menjadi kendala utama untuk adopsi yang lebih luas.
Laporan menyoroti bahwa 71 persen perusahaan percaya bahwa energi yang dibutuhkan untuk mendukung AI dan teknologi digital lainnya lebih besar daripada manfaatnya.
Melansir Sustainability News, Senin (17/3/2025), minat terhadap AI dan komputasi awan sebagai penggerak keberlanjutan berbeda-beda di setiap wilayah.
Baca juga: Mengapa Perusahaan AI Seolah Berubah Menjadi Perusahaan Energi?
Pasar Asia yang sedang berkembang menunjukkan minat tertinggi (83 persen), diikuti oleh Timur Tengah (78 persen), Eropa (74 persen), dan pasar negara maju Asia (72 persen).
Sementara itu khusus di Asia, beberapa negara menunjukkan minat tinggi terhadap teknologi tersebut. Beberapa negara yang dimaksud adalah Bisnis di Filipina (91 persen), Singapura (84 persen), Indonesia (81 persen), dan Thailand (81 persen).
Meskipun minat meningkat, banyak bisnis kesulitan memahami bagaimana teknologi digital dapat membantu mereka mencapai tujuan keberlanjutan.
Sekitar 59 persen organisasi mengakui kesenjangan ini, dengan Asia memimpin dengan 63 persen, diikuti oleh Eropa (61 persen), dan Timur Tengah (45 persen).
Beberapa hal yang dipermasalahkan adalah kekhawatiran soal tingkat adopsi serta konsumsi besar energi dari AI.
Lebih jauh, 62 persen eksekutif mengakui bahwa perusahaan mereka tertinggal dalam adopsi AI dan komputasi awan untuk mempercepat upaya keberlanjutan.
Singapura (80 persen), Filipina (77 persen), Jepang (75 persen), dan Hong Kong (75 persen ) juga melaporkan tingkat kekhawatiran tertinggi atas tingkat adopsi yang tertinggal.
Selain itu, konsumsi energi tetap menjadi masalah utama.
Sekitar 61 persen responden menyatakan kekhawatiran bahwa kebutuhan energi AI dan komputasi awan yang tinggi dapat menghambat adopsi.
Singapura (85 persen), Filipina (77 persen), dan Hong Kong (75 persen) memiliki tingkat kekhawatiran tertinggi.
Selain itu, 71 persen bisnis khawatir bahwa permintaan energi AI dapat lebih besar daripada manfaatnya. Kekhawatiran ini khususnya terlihat di Singapura (86 persen), Filipina (84 persen), dan Malaysia (81 persen).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya