JAKARTA, KOMPAS.com - Green Climate Fund (GCF) mengucurkan dana lebih dari 120 juta dollar AS atau Rp 1,9 triliun untuk memperkuat ketahanan iklim di Ghana, Maladewa, dan Mauritania.
Kepala Investasi GCF, Henry Gonzalez, mengungkapkan bahwa pendanaan akan mendukung proyek antisipasi dan adaptasi perubahan iklim yang mencakup solusi berbasis alam, pertanian tahan iklim, sistem peringatan dini, hingga ketahanan air.
“Persetujuan proyek-proyek ini menunjukkan bagaimana GCF mendukung kepemilikan negara atas prioritas aksi iklim nasional di Ghana, Maladewa, dan Mauritania. Investasi ini akan berdampak positif pada bidang-bidang utama ketahanan iklim di ketiga negara tersebut," ujar Gonzalez dalam keterangannya, Jumat (4/7/2025).
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), wilayah Ghana Utara mengalami curah hujan yang tidak menentu di rengah kemarau panjang.
Baca juga: Banjir Dana Hijau, Asia Tenggara Jadi Magnet Investasi Energi Terbarukan
Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya sumber pangan, mengeringnya mata air, dan kerusakan infrastruktur karena banjir. Proyek UNEP dari hibah GEF di Ghana senilai 63 juta dollar AS diberikan untuk membangun ketahanan agroekosistem serta mata pencaharian di pedesaan.
Kegiatannya meliputi peningkatan akses ke data iklim dan peringatan dini, memungkinkan pertanian musim kemarau dengan solusi penyimpanan air sekaligus memulihkan 28.000 hektare lahan terdegradasi.
Direktur Divisi Perubahan Iklim UNEP, Martin Krause, menuturkan bahwa proyek tersebut merupakan langkah besar terkait penggunaan dana hibah khususnya di negara kepulauan kecil dan berkembang.
"Fokus kami adalah pada kontekstualisasi solusi iklim untuk kepentingan negara-negara dan masyarakat yang paling rentan dengan solusi yang disesuaikan, dipimpin secara lokal, dan berbasis sains," ujar Krause.
Baca juga: Australia Gelontorkan Pendanaan Iklim di Sektor EBT hingga Transportasi RI
Sementara itu, Maladewa menjadi negara paling rentan rerhadap perubahan iklim di dunia akibat naiknya permukaan air laut. Kerentanan lainnya ialah terjadinya badai, banjir, gelombang panas, maupun erosi.
Kondisi itu lantas mengganggu pertanian, perikanan, dan pariwisata yang memengaruhi semua penduduk. Krause menyebut, UNEP berkoordinasi dengan mitra nasional dan internasional untuk mengembangkan proyek senilai 25 juta dollar AS di Maladewa.
Menurut UNEP, Mauritania mengalami percepatan pergerakan bukit pasir, pendangkalan sumber air, dan peningkatan tekanan pada infrastruktur jalan serta sekolah. Hasil pertaniannya sangat rendah karena pemerintahnya masih mengimpor hingga 85 persen bahan makanan.
Baca juga: Pendanaan Solusi Berbasis Alam untuk Air Naik Dua Kali Lipat dalam 10 Tahun
Dengan investasi sebesar 33 juta dollar AS termasuk hibah GCF yakni 30 juta dollar AS, program UNEP akan memulihkan ekosistem dan mengamankan mata pencaharian di empat lokasi rentan antara lain Aoujeft, Rachid, Tamcheket, dan Nema.
"Proyek ini akan mendukung infrastruktur hijau-abu-abu untuk memperbaiki bukit pasir dan mengendalikan perambahan pasir, meningkatkan akses air untuk pertanian dan rehabilitasi lahan, serta meningkatkan pertanian yang tahan terhadap iklim untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan," sebut UNEP.
Pihaknya memprediksi, 85.000 orang akan merasakan dampak proyek pendanaan iklim. Lainnya, melindungi 2.100 hektare lahan dan mendukung kontribusi negara terhadap Great Green Wall, inisiatif Afrika dalam memerangi penggurunan serta membangun ketahanan iklim di seluruh benua.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya