KOMPAS.com - Permintaan matcha yang terus naik di seluruh dunia kini memunculkan masalah keberlanjutan bagi para petani matcha di Jepang.
Matcha yang dulu hanya produk terbatas, kini sangat populer di seluruh dunia, muncul di berbagai minuman dan makanan penutup.
Namun, seiring meningkatnya permintaan, kenaikan suhu global menciptakan masalah baru: untuk pertama kalinya, pasokan matcha menjadi berkurang.
Melansir Sustainability Magazine, Selasa (22/7/2025) minat global pada matcha yang makin tinggi telah menekan pasokan, mengakibatkan kenaikan harga drastis. Contohnya, harga tencha (bahan baku matcha) di lelang Kyoto naik 170 persen dari tahun lalu, mencapai 8.235 yen per kg.
Kenaikan ini melampaui harga tertinggi sebelumnya yang tercatat pada tahun 2016.
Baca juga: Setiap Kenaikan Suhu 1 Derajat, Produktivitas Pertanian Turun 10 Persen
Data dari Asosiasi Produksi Teh Jepang juga menunjukkan bahwa pada tahun 2024, sebanyak 5.336 ton tencha diproduksi, mencerminkan lompatan signifikan dari satu dekade lalu.
Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang juga melaporkan bahwa ekspor teh hijau Jepang secara keseluruhan, termasuk matcha, mengalami peningkatan besar, dengan kenaikan volume 16 persen dan peningkatan nilai 25 persen, mencapai 36,4 miliar yen.
Pemerintah Prefektur Kyoto misalnya, mengaku kesulitan mengukur seberapa besar kekurangan pasokan matcha karena mereka menolak pesanan yang sangat besar dari negara-negara dengan permintaan teh yang tinggi, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Dubai.
Popularitas matcha secara global didorong oleh kandungan kafein dan antioksidannya. Namun, permintaan yang melonjak ini melebihi target ekspor Jepang untuk tahun 2030, yaitu 15.000 ton.
Namun, selain tingginya permintaan konsumen, tantangan terkait iklim telah berdampak parah pada produksi matcha, yang semakin memperburuk masalah pasokan.
Suhu yang sangat panas di Jepang musim panas lalu semakin memperburuk kelangkaan pasokan matcha.
Wilayah Kyoto yang menyumbang sekitar 25 persen produksi tencha nasional mengalami gelombang panas ekstrem yang merusak hasil panen antara April dan Mei.
Seorang petani lokal, Masahiro Yoshida, melaporkan bahwa panas musim panas lalu merusak tanaman tehnya, menyebabkan penurunan panen sebesar 25 persen, dari 2 ton menjadi hanya 1,5 ton.
Meskipun ada upaya penanaman kebun teh baru untuk memenuhi permintaan matcha yang tinggi, tanaman teh butuh sekitar lima tahun untuk siap panen.
Ini berarti kelangkaan dan tekanan pasokan matcha kemungkinan akan terus terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Baca juga: Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya