Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan IEA: Lebih 100 Negara Kurangi Impor Bahan Bakar Fosil

Kompas.com, 13 Oktober 2025, 15:29 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - International Energy Agency (IEA) melaporkan bahwa lebih dari seratus negara berhasil menurunkan ketergantungan impor bahan bakar fosil dan menghemat ratusan miliar dolar berkat investasi berkelanjutan mereka di sektor energi terbarukan.

IEA menyatakan bahwa negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Cile telah mengurangi kebutuhan mereka akan impor batu bara dan gas sekitar sepertiga (33,3 persen) sejak 2010, terutama dengan membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya.

Sementara itu, Denmark mencatat penurunan yang lebih signifikan, yakni hampir 50 persen ketergantungan pada impor bahan bakar fosil dalam kurun waktu yang sama.

Melansir Eco Business, Senin (13/10/2025) berkat pengembangan energi terbarukan, pada tahun 2023 negara-negara yang disurvei berhasil menghindari impor sebanyak 700 juta ton batu bara dan 400 miliar meter kubik gas.

Jumlah tersebut setara dengan sekitar 10 persen dari konsumsi global untuk kedua jenis bahan bakar fosil tersebut.

Dengan langkah ini, negara-negara yang biasanya mengimpor bahan bakar fosil telah menghemat lebih dari 1,3 triliun dolar AS selama periode 2010 hingga 2023.

Baca juga: Desakan Mantan Pemimpin Dunia: Pajak Bahan Bakar Fosil Harus Naik Permanen

Uang ini adalah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar fosil dari luar negeri seandainya mereka tidak berinvestasi di energi terbarukan.

Laporan Renewables 2025 IEA ini mengukur secara kuantitatif keuntungan yang diperoleh negara-negara pengimpor bahan bakar fosil berkat pengembangan energi terbarukan pada sistem kelistrikan mereka.

Laporan kemudian melakukan perbandingan antara perkembangan energi terbarukan saat ini dengan sebuah skenario hipotetis di mana perkembangan sumber energi terbarukan tidak terjadi sama sekali atau rendah.

Skenario hipotesis ini didasarkan pada asumsi bahwa setelah tahun 2010, negara-negara yang mengimpor bahan bakar fosil menghentikan seluruh pembangunan proyek energi terbarukan non-hidro.

Kapasitas Bertambah

Faktanya, menurut IEA, dunia telah berhasil menambah sekitar 2.500 GW proyek energi terbarukan dari tahun 2010 hingga 2023.

Angka ini merupakan jumlah yang melampaui total gabungan kapasitas listrik yang dimiliki oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2023 dari segala sumber.

Lebih lanjut, sekitar 80 persen dari kapasitas terbarukan yang baru ini didirikan di negara-negara yang selama ini bergantung pada impor gas dan batu bara untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka.

Secara total, IEA lantas mengidentifikasi 107 negara yang telah mengurangi ketergantungan mereka pada impor bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik, sebagian karena pemanfaatan energi terbarukan selain tenaga air.

Dari jumlah tersebut, 38 negara telah mengurangi ketergantungan mereka pada listrik dari impor batu bara dan gas lebih dari 10 poin persentase dan delapan negara mengalami penurunan pangsa lebih dari 30 poin persentase.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau