KOMPAS.com - International Energy Agency (IEA) melaporkan bahwa lebih dari seratus negara berhasil menurunkan ketergantungan impor bahan bakar fosil dan menghemat ratusan miliar dolar berkat investasi berkelanjutan mereka di sektor energi terbarukan.
IEA menyatakan bahwa negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Cile telah mengurangi kebutuhan mereka akan impor batu bara dan gas sekitar sepertiga (33,3 persen) sejak 2010, terutama dengan membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya.
Sementara itu, Denmark mencatat penurunan yang lebih signifikan, yakni hampir 50 persen ketergantungan pada impor bahan bakar fosil dalam kurun waktu yang sama.
Melansir Eco Business, Senin (13/10/2025) berkat pengembangan energi terbarukan, pada tahun 2023 negara-negara yang disurvei berhasil menghindari impor sebanyak 700 juta ton batu bara dan 400 miliar meter kubik gas.
Jumlah tersebut setara dengan sekitar 10 persen dari konsumsi global untuk kedua jenis bahan bakar fosil tersebut.
Dengan langkah ini, negara-negara yang biasanya mengimpor bahan bakar fosil telah menghemat lebih dari 1,3 triliun dolar AS selama periode 2010 hingga 2023.
Baca juga: Desakan Mantan Pemimpin Dunia: Pajak Bahan Bakar Fosil Harus Naik Permanen
Uang ini adalah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar fosil dari luar negeri seandainya mereka tidak berinvestasi di energi terbarukan.
Laporan Renewables 2025 IEA ini mengukur secara kuantitatif keuntungan yang diperoleh negara-negara pengimpor bahan bakar fosil berkat pengembangan energi terbarukan pada sistem kelistrikan mereka.
Laporan kemudian melakukan perbandingan antara perkembangan energi terbarukan saat ini dengan sebuah skenario hipotetis di mana perkembangan sumber energi terbarukan tidak terjadi sama sekali atau rendah.
Skenario hipotesis ini didasarkan pada asumsi bahwa setelah tahun 2010, negara-negara yang mengimpor bahan bakar fosil menghentikan seluruh pembangunan proyek energi terbarukan non-hidro.
Faktanya, menurut IEA, dunia telah berhasil menambah sekitar 2.500 GW proyek energi terbarukan dari tahun 2010 hingga 2023.
Angka ini merupakan jumlah yang melampaui total gabungan kapasitas listrik yang dimiliki oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2023 dari segala sumber.
Lebih lanjut, sekitar 80 persen dari kapasitas terbarukan yang baru ini didirikan di negara-negara yang selama ini bergantung pada impor gas dan batu bara untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka.
Secara total, IEA lantas mengidentifikasi 107 negara yang telah mengurangi ketergantungan mereka pada impor bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik, sebagian karena pemanfaatan energi terbarukan selain tenaga air.
Dari jumlah tersebut, 38 negara telah mengurangi ketergantungan mereka pada listrik dari impor batu bara dan gas lebih dari 10 poin persentase dan delapan negara mengalami penurunan pangsa lebih dari 30 poin persentase.
IEA menggarisbawahi bahwa energi terbarukan memiliki keunggulan inheren dalam memperkuat keamanan pasokan energi karena energi tersebut diproduksi di dalam negeri.
Di saat yang sama, energi terbarukan meningkatkan ketahanan ekonomi bagi negara-negara yang selama ini mengimpor bahan bakar fosil.
Keuntungan ini sangat terasa bagi negara-negara yang memiliki cadangan sumber daya energi domestik yang kecil atau mulai menipis.
IEA menyoroti pula krisis energi yang diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina, yang membuat negara-negara pengimpor di Uni Eropa terpapar pada kenaikan tajam harga bahan bakar fosil.
Baca juga: Studi: Pembakaran Bahan Bakar Fosil Ancam Kesehatan 1,6 Miliar Orang
Namun, Bulgaria, Rumania, dan Finlandia yang secara historis bergantung pada gas Rusia untuk pembangkit listrik, semuanya berhasil mendekati nol dalam ketergantungan impor mereka dalam beberapa tahun terakhir dengan membangun energi terbarukan.
Sementara itu di Inggris IEA mengatakan ketergantungan pada listrik yang dihasilkan dengan bahan bakar fosil impor telah turun dari 45 persen menjadi di bawah 25 persen dalam satu dekade, terutama berkat pertumbuhan tenaga angin dan surya.
Tanpa teknologi ini, Inggris sekarang perlu mengimpor bahan bakar fosil untuk memasok hampir 60 persen listriknya, kata IEA.
IEA juga menyoroti bahwa tanpa ekspansi energi terbarukan, negara-negara dengan ekonomi besar, terutama China dan Uni Eropa, akan terpaksa meningkatkan impor gas dan batu bara mereka dari luar negeri.
Akhirnya, IEA menyimpulkan bahwa dengan mengalihkan dana dari impor bahan bakar fosil ke investasi di sektor energi terbarukan, aliran modal akan lebih banyak berputar di dalam negeri, sehingga mendukung penciptaan lapangan kerja dan perekonomian lokal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya