MALANG, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Wardana menyebut, bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi (geotermal) yang sangat besar, mencakup 40 persen dari total di dunia.
Potensi ini diyakini mampu menjadi alternatif utama pengganti Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.
Meskipun demikian, pemanfaatan sumber energi bersih ini di dalam negeri masih jauh dari maksimal.
Baca juga: Insentif Fiskal dan Skema KPBU Dinilai Bisa Majukan Panas Bumi Nasional
Wardana menyampaikan, kendala utama pemanfaatan geotermal adalah tingginya biaya investasi awal untuk pembangunan pembangkit. Hal ini membuat investor enggan masuk.
"Belum maksimal karena belum ada investor yang tertarik. Biaya untuk mendirikan pembangkitnya itu mahal," ujar dia saat diwawancarai, Selasa (21/10/2025).
Karena itu, dia mendesak pemerintah memberikan insentif fiskal dan pajak untuk menarik minat investor.
Selain biaya, Wardana menyoroti regulasi. Menurutnya, PLN juga harus didorong untuk wajib membeli listrik dari geotermal, meskipun harganya lebih mahal di tahap awal.
"Problemnya, kalau batu bara kan jelas, PLN mau beli. Aturannya aja diubah, kalau dia (investor) mau untuk geothermal, beli aja listriknya," tegasnya.
Dia membandingkan, investasi geotermal memang mahal di awal, namun akan memberikan energi gratis selamanya. Ini berbeda dengan batu bara yang murah di awal namun biayanya terus meningkat seiring waktu.
"Investasinya besar di awal, tapi seterusnya gratis. Sepanjang masa itu gratis. Kalau batu bara, di awal murah, ya lama-lama terus tambah mahal dia," jelasnya.
Menanggapi kekhawatiran masyarakat, seperti pro-kontra pembangkit listrik geotermal yang dinilai bisa mengancam sumber mata air di daerah pegunungan, dia menyebut teknologi tersebut aman.
Ia menegaskan bahwa geotermal hanya memanfaatkan uap panas dari dalam bumi, bukan mengambil air dari sumber mata air.
"Oh tidak (mengancam). Yang dipakai uapnya, bukan airnya. Jadi tidak mengurangi sumber mata airnya. Gak akan mencemari mata air juga. Enggak perlu khawatir," katanya.
Baca juga: Potensi Panas Bumi RI Capai 23.742 MW, tapi Baru Terkelola 10 Persen
Di luar masalah geotermal, Wardana menilai Indonesia sudah berada di jalur yang benar atau on track dalam transisi energi hijau. Ia menekankan bahwa bauran energi atau energi berbaur adalah kunci, di mana semua sumber, termasuk nuklir, perlu porsi yang seimbang sebagai cadangan.
Menurutnya, data menunjukkan akses masyarakat Indonesia terhadap energi bersih sudah mencapai 90 persen.
"Akses kita ke energi bersih itu sudah 90 persen. Jauh di atas Cina, di atas India. Di ASEAN, kita tertinggi," ungkapnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya