 
                        
            JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar 40 persen lahan sawit Indonesia yang dikelola petani kecil masih menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan ketertelusuran dan sertifikasi, di tengah kewajiban kepatuhan terhadap European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku pada Desember 2025.
Kesenjangan tersebut membuat sebagian besar petani kecil belum terdaftar dalam sistem formal sertifikasi seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sehingga berisiko kehilangan akses ke pasar global yang semakin ketat terhadap standar keberlanjutan.
“Ketertelusuran digital dan sertifikasi kini menjadi paspor baru untuk akses pasar global,” ujar Jusupta Tarigan, Senior Program Manager Koltiva, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Baca juga: Hutan Dikepung Sawit: Perempuan Kalimantan Menghidupkan Dapur dan Anyaman Harapan
Menurut data Chain Action Research dan RSPO, petani kecil yang mengelola lahan di bawah 50 hektar menyumbang sekitar 30 persen produksi minyak sawit mentah dunia.
Namun, di Indonesia, hanya 7 persen pabrik bersertifikat yang bermitra dengan petani kecil independen, dan kurang dari 1 persen di antaranya telah memperoleh sertifikasi ISPO atau RSPO.
Di Provinsi Riau misalnya, dari total 1,61 juta hektar perkebunan sawit petani independen, hanya sekitar 7.800 hektar (0,48 persen) yang telah tersertifikasi RSPO.
Jusupta menuturkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mendorong penggunaan teknologi digital untuk memperkuat ketertelusuran dan inklusi petani kecil.
Seperti halnya yang dilakukan oleh perusahaan ini yang mengembangkan KoltiTrace dan KoltiSkills, yang telah membantu 178.000 petani di Indonesia memastikan setiap transaksi dan data kebun dapat dipantau secara real-time.
Baca juga: Berkaca dari Kejatuhan Karet, Petani Kalbar Enggan Ubah Semua Lahannya Jadi Sawit
“Kami melihat digitalisasi dapat mengubah kepatuhan dari beban menjadi peluang. Namun, hal ini hanya bisa tercapai bila semua pihak bekerja bersama agar tidak ada petani kecil yang tertinggal,” lanjut Jusupta.
Salah satu hasilnya adalah Dashboard MSF di Kabupaten Aceh Singkil yang memungkinkan pemerintah daerah memantau indikator keberlanjutan dan mempublikasikan laporan kemajuan secara transparan. Inisiatif ini melibatkan sembilan LSM dan delapan lembaga pemerintah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
