JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dinilai belum siap melakukan transisi energi. Berdasarkan Transition Readiness Framework (TRF), indeks yang dikembangkan Institute for Essential Service Reform (IESR) sejak 2022 untuk mengukur kesiapan kondisi pendukung (enabling environment) transisi energi —, dari segi kebijakan, kepemimpinan, dan investasi Indonesia masih rendah.
Bahkan, nilai Indonesia dalam kesiapan kondisi pendukung pada empat dari sebelas faktor tersebut, tidak berubah dari hasil tahun 2024. Transisi energi di Indonesia telah mengalami kemandekan.
Baca juga: Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Pendanaan untuk energi terbarukan di Indonesia masih minim dan dianggap mahal. Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen untuk keluar dari jebakan energi fosil yang disampaikannya di KTT APEC dan G20 di Brasil, KTT BRICS, sampai saat pidato kenegaraan di DPR.
"Presiden juga memberikan target 100 GW pembangunan PLTS. Ini adalah janji-janji yang signifikan, tetapi kita melihat selalu ada kesenjangan antara niat dan kemampuan mengeksekusi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa di Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Alokasi APBN melalui Kementerian ESDM untuk sektor energi terbarukan hanya Rp 0,64 triliun pada 2024. Sedangkan alokasi APBN untuk sektor energi fosil, seperti pertambangan dan migas, mencapai Rp 2,63 triliun.
Bahkan, subsidi energi fosil mengalami peningkatan pada 2025 dan tahun depan, yang secara akumulasi mencapai Rp 1.023 triliun untuk periode 2022-2026.
"Nah, angka ini menunjukkan memang pemerintah kita masih fokus pada sektor ekstraktif dibandingkan energi terbarukan," tutur Analis Finansial dan Ekonomi IESR, Putra Maswan.
Untuk anggaran energi terbarukan di tingkat provinsi pada 2025 relatif kecil, hanya Rp 426,7 miliar dari 33 provinsi.
Minimnya anggaran membuat kemampuan pemerintah daerah membangun infrastruktur energi terbarukan terkendala dan baurannya tetap akan rendah. Misalnya, meski memiliki potensi surya hingga 21 GW, provinsi Bali baru mencapai kurang dari tiga persen dari target sebelas persen energi terbarukan pada 2025.
Selain pemerintah, pendanaan energi terbarukan memang kurang mendapatkan dukungan dari swasta maupun pihak internasional. Kendati demikian, Putra menganggap, ada tren positif yang mana bank-bank nasional mulai meningkatkan alokasi pendanaan untuk energi terbarukan.
Alokasi pendanaan dari empat bank-bank nasional terbesar di Indonesia pada awal tahun 2025 sudah mencapai Rp 36 triliun.
"Nah, hal ini dikarenakan meningkatnya komitmen ESG (Environmental, Social, and Governance) dari perbankan sendiri," ucapnya.
Baca juga: Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Namun, jika dibandingkan dengan alokasi pendanaan untuk sektor energi fosil, kata dia, masih kalah jauh. Jika dibandingkan, alokasi pendanaan untuk sektor energi fosil bisa lebih dari tujuh kali lipat lebih besar atau mencapai Rp 267 triliun.
Pendanaan untuk energi terbarukan di Indonesia juga kurang mendapatkan dukungan untuk internasional. Realisasi pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) — yang digadang-gadang terbesar dari internasional — masih sangat rendah.
"Kami melihat perbedaan antara realisasi dan komitmen yang diberikan. Ini sudah tahun ketiga dan kita baru mencapai 3 miliar dollar AS, maka ini sangat rendah karena ini hanya 14 persen dari total komitmen yang diberikan pada saat JETP itu diluncurkan.
IESR merekomendasikan enam langkah utama untuk mendorong kenaikan bauran energi terbarukan Indonesia. Pertama, menyusun rencana pensiun energi fosil yang jelas dan terukur. Kedua, melakukan reformasi kelembagaan dan regulasi. Ketiga, memperluas pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), serta baterai.
Keempat, mendorong relokasi atau pembangunan industri di wilayah yang memiliki pasokan energi bersih (low-carbon powershoring). Kelima, memperkuat pembiayaan energi terbarukan dan mengurangi subsidi fosil. Keenam, memastikan keterlibatan publik yang lebih bermakna.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya