Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat

Kompas.com, 3 Desember 2025, 15:35 WIB
Monika Novena,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Kombinasi peristiwa iklim ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah dapat menciptakan banjir yang lebih besar di kota-kota pesisir dunia pada masa mendatang, menurut penelitian terbaru.

Temuan tersebut didapat setelah peneliti melakukan studi kasus di Shanghai, China. Studi yang dimuat di One Earth ini mengkaji semua penyebab banjir di Shanghai dengan mempertimbangkan iklim, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah.

Baca juga: 

Berdasarkan data tersebut, peneliti menemukan, pada tahun 2100, banjir di Shanghai dapat meluas hingga 80 persen dan ketinggian air akan meningkat, menyebabkan kerusakan dan risiko jauh lebih parah.

"Temuan ini memiliki implikasi yang lebih luas bagi semua kota pesisir, terutama yang dibangun di delta seperti Shanghai," kata penulis utama di Inggris, Prof. Robert Nicholls, dari Tyndall Center for Climate Change Research, University of East Anglia (UEA), dikutip dari Phys, Selasa (2/11/2025).

Delta sungai makin rentan terhadap banjir

Studi terbaru menunjukkan, kombinasi iklim ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah bisa tingkatkan risiko banjir besar di kota pesisir.KOMPAS.com/CAROLUS DORI Studi terbaru menunjukkan, kombinasi iklim ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah bisa tingkatkan risiko banjir besar di kota pesisir.

Delta sungai adalah area yang terbentuk di muara sungai yang biasanya menjadi lokasi kota-kota padat penduduk. Delta sungai tersebut biasanya juga di dataran rendah serta pusat ekonomi vital.

Namun, saat ini, area delta sungai makin rentan terhadap banjir akibat siklon tropis dan ekstratropis. Hal tersebut ditambah dengan pasang surut air laut, gelombang badai, aliran sungai, dan hujan dalam waktu bersamaan yang bisa menyebabkan banjir makin parah. 

"Perubahan iklim lebih lanjut dan penurunan tanah meningkatkan kemungkinan banjir. Oleh karena itu, ancaman semakin meningkat di semua kota pesisir dan terutama kota-kota delta di mana semua masalah ini terjadi," kata Nicholls.

Baca juga: 

Adaptasi besar diperlukan untuk hadapi banjir, tapi..

Studi terbaru menunjukkan, kombinasi iklim ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah bisa tingkatkan risiko banjir besar di kota pesisir.ANTARA/Siti Nurhaliza. Studi terbaru menunjukkan, kombinasi iklim ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan penurunan tanah bisa tingkatkan risiko banjir besar di kota pesisir.

Untuk menghindari bencana tersebut, diperlukan upaya adaptasi yang besar, misalnya pembangunan tanggul banjir.

Kendati demikian, peneliti memperingatkan pula adanya risiko kegagalan tanggul akibat naiknya permukaan air, terutama akibat kombinasi penurunan tanah, kenaikan permukaan laut, serta gelombang lebih tinggi.

Bahaya tersebut belum sepenuhnya disadari dan harus dipertimbangkan dalam adaptasi di kota-kota delta lainnya.

Nicholls menambahkan, analisis semacam ini sangat penting untuk mengantisipasi dan mendukung kebutuhan adaptasi yang signifikan di perkotaan.

Inilah mengapa sebuah kota memerlukan solusi berlapis yang jauh lebih tangguh untuk menangani permasalahan banjir.

"Alih-alih bergantung pada satu garis pertahanan, pertahanan berlapis diperlukan untuk membuat kota-kota ini lebih tangguh saat ini dan di masa depan. Hal ini harus dipertimbangkan dengan sangat cermat dalam perencanaan adaptasi kota-kota delta lainnya," terangnya.

Baca juga:

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Pemerintah
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Pemerintah
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
LSM/Figur
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Swasta
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Pemerintah
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
Swasta
Potensi Panas Bumi Capai 2.160 GW, RI Bisa Buka 650.000 Lapangan Kerja Baru
Potensi Panas Bumi Capai 2.160 GW, RI Bisa Buka 650.000 Lapangan Kerja Baru
LSM/Figur
Sumatera Dikepung Air: Krisis Ruang dan Kegagapan Informasi
Sumatera Dikepung Air: Krisis Ruang dan Kegagapan Informasi
Pemerintah
Siklon Tak Wajar Picu Bencana di Sumatera Barat, Sedang Diteliti UNAND
Siklon Tak Wajar Picu Bencana di Sumatera Barat, Sedang Diteliti UNAND
LSM/Figur
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
Pemerintah
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Pemerintah
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau