Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim

Kompas.com, 8 Desember 2025, 08:27 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com — Konferensi Iklim PBB (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil, berakhir tanpa kesepakatan global yang mengikat untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.

Kondisi ini dinilai dapat memperlambat agenda transisi energi global dan menempatkan Indonesia pada posisi yang semakin tertekan untuk memperbaiki tata kelola iklim nasional.

Dalam negosiasi terakhir, teks kesepakatan “Global Mutirão” tidak menyebutkan secara eksplisit arahan phase out bahan bakar fosil maupun peta jalan yang jelas untuk transisi energi. Padahal, COP30 sebelumnya diharapkan menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen negara-negara terhadap upaya dekarbonisasi.

Baca juga: COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi

“Dalam teks Global Mutirão tidak ada frasa terkait transisi energi maupun fase keluar dari bahan bakar fosil. Tidak ada roadmap, dan semuanya masih bersifat sukarela,” kata Wira A Swadana, Climate Action Senior Lead World Resources Institute (WRI).

Ia mengatakan terbatasnya dukungan terhadap Belém Declaration, yang hanya ditandatangani 24 negara, menunjukkan lemahnya komitmen kolektif.

Wira menilai ketiadaan kesepakatan tegas berpotensi menghambat negara-negara berkembang dalam memperoleh dukungan pendanaan, termasuk melalui skema "Just Transition Mechanism".

Sebaliknya, tekanan global dapat bergeser kepada negara penghasil energi fosil seperti Indonesia.

Di dalam negeri, para peneliti menilai komitmen iklim Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait akuntabilitas dan konsistensi pelaksanaan Nationally Determined Contribution (NDC).

Peneliti Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Indonesia, Riko Wahyudi, mengatakan keberhasilan Indonesia menahan laju emisi pada periode sebelumnya tidak terlepas dari penurunan aktivitas ekonomi saat pandemi Covid-19. Namun, pascapandemi, emisi kembali meningkat dan mendekati baseline NDC.

Riko juga menyoroti lemahnya sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV). Menurutnya, tidak semua aksi iklim diukur emisinya dan validasinya pun belum seragam karena belum adanya mandat sektoral yang jelas.

Baca juga: Prospek Bagus, Penasehat Presiden Jawab Kritik soal Jualan Karbon di COP30

Kondisi ini berisiko menimbulkan ketidaksinkronan antara target NDC dan pelaksanaan di lapangan.

“Jangan sampai Indonesia aktif di mekanisme internasional seperti perdagangan karbon, tetapi target NDC sendiri tidak tercapai pada 2030,” ujar Riko. Ia menilai hal ini dapat membuat Indonesia menanggung biaya lebih besar dalam mekanisme karbon internasional.

Tata Kelola dan Roadmap Energi

Ketiadaan kesepakatan global untuk phase out fosil pada COP30 membuat Indonesia perlu memperkuat tata kelola iklim nasional, terutama terkait sektor energi yang menjadi penyumbang emisi terbesar.

Riko menegaskan bahwa political will, penyusunan roadmap transisi energi yang komprehensif dan inklusif, serta mekanisme safeguard yang mengintegrasikan GEDSI (gender equality, disability, and social inclusion) harus segera diprioritaskan.

Tanpa langkah konkret, target Indonesia menuju net zero pada 2060 dinilai sulit tercapai.

“Capaian kita masih jauh dari target 2030. Untuk itu roadmap-nya harus dibentuk secara komprehensif, safeguard diperkuat, dan upaya transisi energi harus dijalankan, bukan sekadar wacana,” ujarnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau