JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) menilai sektor perbankan terancam kehilangan reputasi baik mereka di mata investor jika tidak mengikuti tren green investment atau investasi hijau.
Peneliti IWGFF, Marius Gunawan, menyebutkan sebagian besar investor global saat ini mulai mengarahkan dananya ke perusahaan dan lembaga keuangan yang menerapkan prinsip keberlanjutan maupun investasi hijau.
Di samping, laporan lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environment, social and governance (ESG).
"Mereka harus sadar bahwa untuk ke depan investor global juga pasti akan mengarah kepada green investment. Sebagai bank yang memperhatikan reputasi, jika tidak ikut dalam arus green investment ini risiko reputasi sangat tinggi," kata Marius dalam peluncuran Indeks Investasi Hijau III 2025 di Jakarta Timur, Senin (15/12/2025).
Baca juga: Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
ESG, lanjut dia, tidak bisa diposisikan sekadar pelengkap atau hanya untuk memenuhi kewajiban regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ataupun Bank Indonesia semata.
Pimpinan perusahaan harus menjadikan ESG sebagai pengawasan strategis khususnya dalam implementasi keberlanjutan.
Dalam studinya, IWGFF menganalisis laporan keberlanjutan dan tahunan 13 bank nasional serta bank asing. Marius mencatat, ESG bank nasional pada 2025 berada di posisi teratas. Selain itu, sumber daya manusia maupun unit berkelanjutan bank meningkat dibandingkan tahun 2018.
"Kalau di 2018 belum ada divisi khusus yang menangani mengenai green financial atau green investment. Tetapi saat ini sudah ada divisi khusus, orang-orang yang memang dipersiapkan dan ahli, mereka mendapat pelatihan-pelatihan juga untuk itu," ungkap Marius.
"Kemudian kolaborasi dengan regulator juga membaik, terbukti bahwa regulasi-regulasi yang dibuat oleh regulator diterapkan oleh perbankan," imbuh dia.
Penilaian tersebut dilakukan berdasarkan pada lima prinsip, yaitu pengelolaan risiko, pengembangan sektor ekonomi prioritas berkelanjutan, tata kelola lingkungan sosial dan pelaporan, peningkatan kapasitas dan kemitraan kolaboratif, serta rencana aksi keuangan berkelanjutan.
Baca juga: Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Sebanyak 41 sub-indikator yang digunakan IWGFF untuk menilai kualitas dan implementasi ESG, serta diskusi dengan organisasi masyarakat sipil, regulator, maupun akademisi guna melengkapi data.
"Untuk papan atas, dari nilai 84 ke atas ada Bank Panin, Mandiri, BCA, BNI, BRI, Danamon, BSI, SMBC, dan CIMB Niaga. Lalu untuk papan tengah dari 82,3 ke 84,5, di situ ada OCBC, DBS dan Permata. Untuk yang bawah ada Citibank jadi kami bisa melihat bahwa ada pergeserannya dari sejak 2018," jelas dia.
Dalam tujuh tahun terakhir, bank-bank di dalam negeri juga memperbaiki sistem ESG di samping pemberlakuan regulasi OJK. IWGFF berpandangan bahwa sektor perbankan Indonesia berada pada jalur yang benar menuju praktik keuangan berkelanjutan.
Namun, untuk mencapai target iklim nasional dan menciptakan ekonomi hijau, perbankan maupun regulator perlu transparan terkait kredit sektor berisiko tinggi termasuk laporan berkala yang dapat diakses publik.
Lalu, menghentikan pembiayaan baru untuk aktivitas tidak berkelanjutan seperti energi fosil dan yang tidak memenuhi izin lingkungan. Mempercepat penerapan taksonomi hijau indonesia termasuk daftar pengecualian untuk aktivitas yang tidak dapat dibiayai. Terakhir, menerapkan Free Prior and Informed Consent (FPIC) yakni investasi tidak melanggar hak masyarakat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya