Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta

Kompas.com, 15 Desember 2025, 19:50 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Greenpeace Indonesia menyoroti krisis iklim dan lingkungan di tengah minimnya ruang aman bagi masyarakat di Jakarta.

Dalam riset terbaru bersama The Smeru Research Institute, Greenpeace mendalami kondisi masyarakat di Bantargebang, Marunda, dan Pulau Pari yang menjadi cerminan kontras megacity atau kota yang terus membesar sedangkan ruang aman bagi sebagian warganya makin mengecil.

Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait, menyebutkan bahwa ketiga wilayah tersebut menghadapi masalah yang hampir sama yakni dominasi kepentingan ekonomi besar atas ruang hidup warga, serta lemahnya tata kelola dan layanan dasar dari Pemerintah Provinsi Jakarta. 

“Masalah-masalah ini pun diperparah dengan krisis iklim dan lingkungan yang memperburuk kerentanan sosial dan ekonomi warga di ketiga wilayah ini," kata Jeanny dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Baca juga: Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik

Ia menjelaskan, di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, krisis iklim memicu abrasi dan menggerus tujuh hingga 10 meter garis pantai. Sementara, warga Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, harus menanggung dampak pencemaran udara karena aktivitas batu bara di sekitarnya.

Lalu volume sampah dari Jakarta yang terus meningkat memperburuk kondisi lingkungan maupun kehidupan masyarakat sekitar TPST Bantargebang.

“Krisis iklim dan lingkungan yang terjadi di ketiga wilayah ini pun semakin memperburuk kondisi sosial dan ekonomi warga yang jadi kelompok rentan akibat kemiskinan struktural, serta minimnya partisipasi warga dalam kebijakan iklim dan perkotaan dari Pemprov Jakarta,” tutur Jeanny.

Di sisi lain, masyarakat berupaya beradaptasi dengan permasalahan lingkungannya melalui solusi berbasis komunitas. Warga Pulau Pari, misalnya, menginisiasi penanaman mangrove sebagai upaya mengatasi abrasi, banjir rob, serta pemulihan habitat ikan dan ekosistem laut.

Para nelayan juga beradaptasi dengan perikanan tangkap dan budidaya untuk mengatasi turunnya jumlah tangkapan di tengah perubahan iklim.

Baca juga: Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah

Sedangkan warga Bantargebang berupaya mengembangkan budi daya maggot untuk mengolah sampah organik, serta mengelola tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R). 

"Bagi warga Rusunawa Marunda yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan, inisiasi program pengelolaan greenhouse untuk memenuhi kebutuhan pangan serta pemberdayaan ekonomi perempuan membantu memperkuat ketahanan ekonomi warga di tengah keterbatasan lapangan kerja dan kemiskinan struktural yang terjadi di Marunda," jelas dia.

Peran Pemerintah

Peneliti Smeru Annabel, Noor Asyah, menyampaikan penelitiannya menggarisbawahi urgensi perubahan struktural pemprov guna mendorong adaptasi iklim, sosial, dan ekonomi di ketiga wilayah. Menurut dia, Pemprov Jakarta harus meningkatkan kualitas tata kelola yang partisipatif dan transparan terutama dalam kebijakan iklim,.

"Untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik spesifik kelompok marjinal dan rentan seperti di Pulau Pari, Marunda, dan Bantargebang. Pemprov juga harus kembali menggiatkan musyawarah perencanaan pembangunan, memperbanyak dialog dengan warga, serta memperbanyak kajian krisis iklim," ucap Abel.

Di samping itu, Pemprov Jakarta perlu melakukan perlindungan sosial adaptif, penguatan layanan dasar yang memadai, dan transformasi kebijakan. Pihaknya turut mendesak DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang Keadilan Iklim.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Hadapi Puncak Musim Hujan, BMKG Siapkan Operasi Modifikasi Cuaca
Hadapi Puncak Musim Hujan, BMKG Siapkan Operasi Modifikasi Cuaca
Pemerintah
Riset CELIOS Sebut Kasus Keracunan MBG Bisa Capai 22.000 pada 2026 Jika Tak Diperbaiki
Riset CELIOS Sebut Kasus Keracunan MBG Bisa Capai 22.000 pada 2026 Jika Tak Diperbaiki
LSM/Figur
Penumpang Pesawat Berisiko Terpapar Partikel Ultrahalus Berbahaya
Penumpang Pesawat Berisiko Terpapar Partikel Ultrahalus Berbahaya
LSM/Figur
Ratusan Gelondongan Kayu Ilegal Diangkut dari Hutan Tapanuli Selatan
Ratusan Gelondongan Kayu Ilegal Diangkut dari Hutan Tapanuli Selatan
Pemerintah
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PGE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PGE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau