JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda menilai, politik anggaran menunjukkan bahwa Indonesia sangat terbelakang dalam urusan kebencanaan. Indonesia tidak akan pernah siap menghadapi bencana masa depan kalau politik anggarannya tetap seperti itu.
"Politik anggaran kita memang cukup miris," ujar Nailul, Kamis (18/12/2025).
Baca juga:
Sebagai informasi, proporsi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dinilai lebih banyak diarahkan ke sektor pertahanan dan keamanan dibanding untuk bidang kebencanaan. Proporsi APBN untuk bidang kebencanaan disebut terlalu kecil jika dibandingkan dengan sektor tersebut.
Kementerian Pertahanan dan Polri menjadi dua institusi yang termasuk penerima anggaran terbesar. Alokasi anggaran untuk Kementerian Pertahanan dan Polri senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan anggaran untuk bidang kebencanaan melalui BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan Badan SAR mengalami penurunan yang cukup drastis.
Padahal, sebagai negara rawan bencana, politik anggaran tersebut tergolong berisiko tinggi.
Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh. Nailul menuturkan, pemerintah Indonesia memiliki dana cadangan untuk bencana sebesar Rp 7,3 triliun.
Namun, dana tresebut masih sangat kurang untuk pencegahan dan penanganan pasca bencana. Apalagi tahun depan dana dari pemerintah pusat yang ditransfer ke daerah (TKD) akan semakin berkurang.
Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat adalah provinsi-provinsi yang sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Menurut Nailul, Aceh menjadi provinsi paling kesulitan dalam membangun kembali daerahnya pasca-bencana banjir akhir November 2025 lalu.
"Yang saya khawatirkan sebenarnya Aceh. Melihat dari skalanya itu cukup buruk, ketika ingin merenovasi kembali perekonomian di sana, saya rasa tidak bisa mengandalkan keuangan dari provinsi Aceh. Nah, ini yang jadi bahaya karena apa? Karena tahun depan TKD itu dipotong," tutur Nailul.
Baca juga:
Nailul mewanti-wanti pemerintah pusat agar tidak membiarkan Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berjuang sendirian dalam memulihkan daerahnya.
Ia berharap, politik anggaran pemerintah ke depannya bisa lebih berpihak kepada kebencanaan.
Misalnya, dengan menambah proporsi dana TKD untuk provinsi-provinsi yang terdampak bencana.
Kendati terlambat, Nailul juga berharap pemerintah pusat dapat segera menetapkan banjir bandang di Sumatera tersebut sebagai bencana nasional.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya