Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stop Lagi Ekspor Benih Lobster, Indonesia Tak Mau Jadi Pemasok Murah

Kompas.com, 18 September 2025, 11:37 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, menilai penutupan keran ekspor benih bening lobster (BBL) menjadi tonggak baru tata kelola hasil laut RI. 

Hal ini disampaikannya, merespons keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menyetop ekspor BBL melalui kebijakan moratorium. Kendati, KKP sempat membuka pengiriman BBL pada 2024 lalu.

"Kebijakan moratorium ini haruslah kita apresiasi dan sambut bersama karena hal ini, merupakan cerminan pemerintah mau belajar dari kesalahan dan adaptif terhadap masukan masyarakat," ujar Hakeng dalam keterangannya, Kamis (18/9/2025).

Moratorium juga didasarkan pada alasan ekologi. Benih lobster yang diambil dari alam dalam jumlah besar berpotensi mengancam regenerasi populasi.

“Prinsip blue economy menuntut kita menjaga laut sebagai warisan generasi mendatang,” kata dia.

Baca juga: KKP Setop Kerja Sama dengan Vietnam Imbas Maraknya Penjualan Benih Lobster Ilegal

Dia menjelaskan, selama bertahun-tahun benih lobster dari perairan Indonesia diekspor ke Vietnam dan China. Negara-negara itu mengembangkan industri budidaya, hingga menuai keuntungan besar. Sayangnya, RI yang merupakan sumber benih utama hanya mendapat sedikit keuntungan. Menurut Hakeng, moratorium terbaru mengoreksi praktik lama yang melemahkan posisi tersebut.

"Kita harus berhenti jadi penyedia benih mentah, lantas membangun industri bernilai tambah di dalam negeri,” ucap dia.

Di sisi lain, kebijakan moratorium bisa berdampak pada hubungan internasional terutama dengan Vietnam, importir utama benih dari Indonesia. Dengan ditutupnya keran ekspor, industri mereka berpotensi terganggu.

“Diplomasi ekonomi harus berjalan beriringan,” sebut Hakeng.

Hakeng mencatat budi daya lobster Vietnam bisa mengimpor hingga 600 juta ekor per tahun. Jika setiap ekor dikenakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 5.000, potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp 1,5 triliun per tahunnya.

"Namun peluang itu banyak hilang akibat praktik penyelundupan,” imbuh Hakeng.

Studi Universitas Gadjah Mada pada 2023 memperkirakan kerugian akibat ekspor ilegal lebih dari Rp 1 triliun per tahun. Berdasarkan catatan, penyelundupan benih lobster digagalkan Bea Cukai bersama Balai Besar KIPM pada 2024 lalu. Pelaku hendak menyelundupkan 174.000 ekor benih senilai Rp 26,5 miliar menuju Singapura.

Hakeng menyebutkan, angka kasus mungkin lebih besar dibandingkan yang terungkap. Dia berpandangan, selama Indonesia tidak mampu mengendalikan rantai distribusi benih, negara lain akan terus menikmati keuntungan dari kelemahan tersebut.

Baca juga: Tujuh Spesies Baru Lobster Ditemukan lewat Riset Spesies Eksotik

Pemerintah menargetkan produksi budi daya lobster sebesar 7.220 ton pada 2024. Namun capaian di 2020 baru sekitar 1.377 ton. Menurut Hakeng, kesenjangan itu menunjukkan bahwa eksploitasi benih lobster tidak sebanding dengan hasil budi daya dalam negeri.

Tim Lintas Lembaga

Untuk mendukung moratorium, pemerintah membentuk Satuan Tugas BBL yang melibatkan Bakamla, TNI AL, Polri, Bea Cukai, hingga kejaksaan. Tim lintas lembaga ini bertugas mengawasi jalur distribusi dan mencegah penyelundupan. Meski demikian, Hakeng memberi catatan kritis.

"Koordinasi lintas lembaga sering jadi persoalan klasik. Tanpa sistem komando yang jelas, Satgas hanya jadi simbol,” ucap Hakeng.

Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap pelabuhan tikus yang kerap dijadikan jalur ilegal, pemanfaatan satelit untuk patroli laut, serta penerapan sistem logistik digital agar pergerakan benih bisa dipantau secara real time.

Moratorium diharapkan bisa meninhkatkan budi daya domestik. Program percontohan di Batam sejak 2024 menjadi bukti bahwa peluang itu terbuka lebar. Sebanyak 33.143 ekor benih ditebar di unit pendederan, dengan tingkat hidup lebih dari 80 persen sebelum dipindahkan ke keramba jaring apung.

Dia pun mendorong pemerintah menyediakan skema transisi yang adil melalui pelatihan keterampilan budi daya, akses permodalan, hingga insentif produksi. Sebagai informasi, pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden yang mencabut Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, sehingga ekspor benih kembali ilegal sepenuhnya.

Baca juga: Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
Program Smartani Antar Sido Muncul Jadi Peringkat Pertama Indonesia's SDGs Action Awards 2025
BrandzView
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
UN Women Peringatkan, Kekerasan Digital Berbasis AI Ancam Perempuan
Pemerintah
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Kelaparan Global Bisa Diatasi dengan Kurang dari 1 Persen Anggaran Militer
Pemerintah
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Gunung Semeru Erupsi, Jalur Pendakian Ditutup dan Pendaki Diminta Turun
Pemerintah
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
Korea Selatan Pensiunkan PLTU, Buka Peluang Investasi Energi Bersih RI
LSM/Figur
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Rumput Laut RI Dilirik Investor Asing untuk Produksi Sedotan Ramah Lingkungan
Pemerintah
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Target Investasi Sektor Perikanan Rp 79 T, KKP Janji Permudah Izin
Pemerintah
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Pemerintah
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
LSM/Figur
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Pemerintah
CELIOS: RI Terlalu 'Jualan' Hutan dan Laut di KTT COP30
CELIOS: RI Terlalu "Jualan" Hutan dan Laut di KTT COP30
LSM/Figur
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Pemerintah
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
LSM/Figur
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau