JAKARTA, KOMPAS.com - Ada beragam inovasi baru yang dilakukan sejumlah perusahaan swasta guna mendukung proses bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satunya adalah Sasa, perusahaan produsen vetsin yang mengolah bahan samping atau by product tetes tebu menjadi pupuk organik berbentuk cair.
"Di salah satu pabrik Sasa, kami memproduksi pupuk organik cair ini," sebut Head of Stake Holder Relations Sasa Rida Atmiyanti, saat wawancara Zoom dengan Kompas.com, Rabu (19/4/2023).
Hadir juga sebagai narasumber pada kesempatan tersebut General Affairs Sasa Inti di Gending Probolinggo, Jawa Timur, Supriyanto.
Hingga saat ini, Sasa memiliki tiga pabrik di Indonesia yakni di Cikarang, Kabupaten Bekasi (Jawa Barat), Probolinggo, Jawa Timur, dan Kabupaten Minahasa (Sulawesi Utara).
Baca juga: Pabrik MSG Olah Limbah Vetsin Jadi Pupuk Organik
Pabrik Sasa di Cikarang memproduksi tepung bumbu dan sebagainya, di Minahasa memproduksi santan, serta di Probolinggo memproduksi vetsin atau Mono Sodium Glutamat (MSG).
Tentu saja, tetes tebu dibutuhkan sebagai bahan utama pembuatan vetsin, terutama di pabrik Sasa Probolinggo, Jawa Timur.
Tetes tebu sendiri berasal dari proses pembuatan gula di pabrik gula (PG) yang telah melalui tahapan penggilingan.
Tebu menjadi pilihan pembuatan gula pasir lantaran kandungan glukosanya.
Di samping tebu, alternatif bahan baku gula pasir adalah tepung tapioka, tepung gandung, dan raw sugar.
"Bahan yang tidak mengkristal menjadi gula pasir itulah yang disebut tetes tebu," terang Supriyanto.
Kemudian, berpindah ke proses di pabrik MSG, tetes tebu yang sudah barang tentu berbentuk cair harus diolah lagi melalui dua proses yakni fermentasi, isolasi, dan pemurnian.
Pada kedua proses itu, terlibat pula peran makhluk hidup mikroorganisme. Untuk diketahui, mikroorganisme memegang peran utama pada proses fermentasi.
Selanjutnya, di proses isloasi, terjadi proses pengkristalan tetes tebu menjadi MSG.
"Sementara tetes tebu yang tidak mengkristal, menjadi bahan pupuk organik cair," papar Supriyanto.
Istilah untuk bahan pupuk organik cair itu adalah Glutamic Mother Liquor (GM1).
GM1 tidak bisa langsung menjadi pupuk organik cair sebelum menempuh proses berikutnya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai pedoman.
SNI menyebut bahwa GM1 wajib memenuhi syarat pencapaian pH di angka 4-7, kandungan Nitrogen minimal 4 persen, serta komposisi Carbon (C) Organik minimal 4,5 persen.
Larutan netral mempunyai pH 7, asam lebih kecil dari 7, dan basa lebih besar dari 7.
Untuk sampai pada kelengkapan sesuai SNI, GM1 mendapat tambahan Amoniak yang berfungsi mendongkrak angka kecukupan kandungan pH dan total Nitrogen sesuai SNI.
Fermentasi
Catatan penting untuk proses alami fermentasi dari tetes tebu menjadi GM1, jelas Supriyanto, adalah kebutuhan waktu sekitar 10 hari.
Sementara, dari GM1 menjadi pupuk cair organik, ada proses waktu 30 menit saja.
Pada bagian lainnya, proses fermentasi dari tetes tebu menjadi MSG memerlukan waktu 14-15 hari.
Sasa mengawasi dari waktu ke waktu proses fermentasi alami ini demi mendapatkan produk jadi sesuai sasaran.
Pasalnya, bila proses gagal, semua bahan bakal terbuang.
Ujung-ujungnya, ada kerugian finansial yang muncul dari gagalnya proses-proses tersebut.
Supriyanto menambahkan, pupuk organik cair produksi Sasa biasanya digunakan petani untuk memupuk tanah sebelum proses penanaman.
Tanaman pangan yang menggunakan pupuk organik cair antara lain jagung, padi, dan tebu.
Dalam proses distribusi produk pupuk organik cair, Sasa menjalin kerja sama dengan distributor independen.
"Para petani nantinya membeli pupuk organik cair kami dari distributor," ucap Supriyanto.
Harga jual pupuk organik cair Sasa di berbagai daerah, terlebih di sekitar kawasan pabrik, ada pada kisaran Rp 120 hingga Rp 250 per liternya.
Adapun pupuk organik cair Sasa bisa tahan dalam penyimpanan hingga satu tahun.
"Tapi, jarang ada petani yang menyimpan pupuk organik cair ini karena begitu mereka membeli pada pagi hari, pupuk langsung dipakai pada siang atau sore harinya," ucap Supriyanto seraya menambahkan, petani membeli pupuk organik cair Sasa dalam ukuran truk tangki, bukan jerigen.
Sejatinya, produksi pupuk organik cair dari produk sampingan pembuatan vetsin Sasa ada sejak 1990, dengan kapasitas mencapai sekitar 700-800 kiloliter per hari.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya