KOMPAS.com - Indonesia mengadopsi konsep ekonomi biru dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut dalam skema pembangunan jangka menengah.
Pelaksana Tugas Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sri Yanti mengatakan, kawasan konservasi dapat menjadi produktif jika tidak dieksploitasi secara masif.
"Kami optimalkan jasa lingkungan untuk mendongkrak pendapatan negara maupun pendapatan masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi," ujar Yanti saat mengunjungi Pulau Ceningan di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, Selasa (27/6/2023).
Baca juga: Kementerian KP Dukung Komitmen Penyuluh Perikanan Sukseskan Program Ekonomi Biru
Yanti menuturkan, terumbu karang yang dikelola secara baik dapat memberikan nilai ekonomi sebesar Rp 17 miliar per hektar per tahun, sebagaimana dilansir Antara.
Bahkan, menurut perhitungan Kementerian Keuangan pada 2021 menyatakan bahwa terumbu karang di Gili Matra, Nusa Tenggara Barat, mampu memberikan nilai ekonomi sebesar Rp 34,745 miliar.
Bappenas mencatat, luas kawasan konservasi perairan di Indonesia mencapai 28 juta hektare atau setara 12 persen dari total luas perairan di negara ini.
Indonesia juga memiliki garis pantai yang membentang sejauh 180.000 kilometer.
Baca juga: Siapkan SDM Pelaksana Ekonomi Biru, Politeknik KP Akan Jadi Ocean Institute of Indonesia
Kondisi tersebut memberikan manfaat berupa sumber daya pesisir yang sangat melimpah mulai dari ikan yang mencapai 12,54 juta ton per tahun.
Selain itu, ada 596 jenis terumbu karang atau 69 persen dari total terumbu karang dunia dengan luas mencapai 25 ribu kilometer atau setara 14 persen dari luas terumbu karang dunia dan 39 persen jenis ikan karang di dunia.
Pemerintah memprioritaskan program konservasi di daerah-daerah yang memiliki biodiversitas tinggi, spesies spesifik yang perlu dilindungi, dan kawasan rentan terhadap segala macam kegiatan yang merusak.
"Kami upayakan masyarakat juga punya akses yang sama terhadap sumber daya secara produktif, di antaranya dengan menyediakan homestay dan kapal untuk disewakan memasuki kawasan konservasi perairan," kata Yanti.
Baca juga: Kementerian KP Perkuat VOGA dan SFV untuk Kawal Program Ekonomi Biru
Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Tony Wagey mengatakan, perubahan iklim menjadi salah satu ancaman bagi kawasan konservasi.
Pasalnya, kenaikan suhu air laut akibat perubahan iklim dapat membunuh terumbu karang.
Sehingga adaptasi dan mitigasi perlu dilakukan untuk menahan degradasi terumbu karang akibat krisis iklim tersebut.
"Perubahan iklim merupakan salah satu isu krisis yang kita kenal, selain krisis energi dan krisis pangan. Perubahan iklim itu menjadi krisis utama dan kita tidak bisa hindari, karena global," karena Tony.
Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen jika terdapat bantuan internasional.
Baca juga: Sukseskan Ekonomi Biru, Kementerian KP Siapkan SDM Unggul
NDC merupakan dokumen yang memuat rencana aksi iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Bappenas mencatat, potensi karbon biru yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia dengan luas hutan mangrove mencapai 3,3 juta hektare dan padang lamun sebanyak 293.000 hektare.
Kedua ekosistem pesisir itu diperkirakan mampu menyimpan karbon hingga 3,3 gigaton atau 17 persen dari karbon biru global.
Sehingga, Pemerintah Indonesia memprioritaskan ekosistem karbon biru dalam perencanaan tata kelola ruang dan konservasi pesisir.
Baca juga: Kawal Program Ekonomi Biru, Kementerian KP Gelar 2 Pelatihan untuk Nelayan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya