KOMPAS.com - Terjadinya krisis keanekaragaman hayati tak bisa lepas dari masalah perubahan iklim.
Direktur Jenderal untuk Lingkungan Komisi Eropa Florika Fink-Hooijer mengatakan, krisis keanekaragaman hayati dan perubahan iklim adalah dua hal yang saling berkaitan dan saling memengaruhi.
"Perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati bagai dua sisi mata uang, karena itu penting bagi komunitas internasional untuk bersama melindungi planet kita," kata Fink-Hooijer dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Bagaimana Limbah Makanan Memperparah Perubahan Iklim dan Pemanasan Global?
Menurut dia, salah satu upaya memitigasi krisis keanekaragaman hayati yang harus ditindaklanjuti dengan serius adalah target konservasi atas 30 persen area darat dan laut dunia pada 2030.
Target yang terkenal dengan mana "30 by 30" tersebut diadopsi pada pertemuan puncak COP15 di Montreal, Kanada, pada Desember 2022, sebagaimana dilansir Antara.
Di Eropa, ujar Fink-Hooije, telah dicanangkan “Biodiversity Strategy 2030" serta peraturan-peraturan turunannya.
Strategi tersebut bertujuan untuk melindungi sepertiga wilayah daratan dan lautan, serta merestorasi wilayah yang sudah terdegradasi.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancaman Terbesar Manusia, tapi Upaya Melawannya Lamban
Dia mengakui bahwa strategi tersebut tidak mudah dijalankan. Akan tetapi, Fink-Hooije menegaskan bahwa yang terpenting dari rencana itu adalah mengubah pola pikir masyarakat Eropa mengenai pentingnya melindungi lingkungan.
"Penting untuk kalangan bisnis menyadari bahwa mereka bergantung pada lingkungan, seperti halnya kehidupan kita sehari-hari. Dan bagaimana perlindungan terhadap lingkungan bisa mendukung aktivitas produksi yang berkelanjutan," tutur Fink-Hooije.
"Sebagai konsumen, kita pun perlu mengubah pola pikir kita untuk beralih ke konsumsi yang berkelanjutan," sambungnya.
Eropa hampir memenuhi target perlindungan 30 persen wilayah daratannya, tetapi masih harus bekerja keras untuk mencapai target perlindungan wilayah laut.
Baca juga: Rihanna Serukan Menkeu AS dan Presiden Bank Dunia Reformasi Utang Negara Terdampak Perubahan Iklim
Dia menyebut bahwa Eropa telah menginisiasi target-target perlindungan iklim seperti mengurangi 30 persen risiko penggunaan pestisida dan memproduksi 25 persen hasil pertanian secara organik.
"Untuk perlindungan alam saya rasa kami sudah punya arah yang jelas, dan kami akan melanjutkan upaya kami. Tetapi restorasi adalah sesuatu yang sulit bagi kami, karena kami sudah kehilangan banyak alam kami," ungkap Fink-Hooije.
"Karena itu kami akan fokus pada pelestarian dan pencegahan (krisis lingkungan)," imbuhnya.
Baca juga: Eksistensi Mangrove Sangat Penting Melawan Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya