JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus melakukan transformasi kesehatan pilar keenam yakni transformasi teknologi kesehatan dengan memanfaatkan informasi genomik manusia, virus, dan bakteri.
Salah satu upaya itu adalah dengan menginisiasi lahirnya Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) yang mendorong pemanfaatan data genomik (informasi genetik) sehingga dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit secara tepat dan akurat.
Dengan kata lain dapat meningkatkan kualitas hidup orang per orang dengan pembiayan kesehatan yang lebih efektif dan efisien
Baca juga: Tips Mencegah Penyakit ISPA di Tengah Kualitas Buruk Udara Jakarta
Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan L Rizka Andalusia menuturkan, selama masa Pandemi Covid 19 Pemeriksaan genomik ini dikenal sebagai pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS).
Rizka mengeklaim, BGSi adalah teknologi terbaru yang dapat membaca informasi genetik manusia, sehingga dapat diketahui pasti jenis penyakit, lokasi penyakit, dan siapa yang sakit.
"Dengan demikian pencegahan pengobatannya pun nanti akan cepat dan tepat,'' kata Rizka, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, Minggu (2/7/2023).
Dia menambahkan semakin cepat penyakit terdeteksi, risiko penularan kepada orang lain dan masyarakat bisa ditekan.
Contohnya, salah satu penyakit yang masih menjadi masalah sejak lama adalah TBC. Di Indonesia, kasus TBC cenderung meningkat dari tahun ke tahun, walaupun berbagai upaya sudah dilakukan.
Per tahun 2022, sebanyak 824.000 orang menderita TBC dan diperkirakan 93.000 orang meninggal setiap tahunnya.
Baca juga: Ibu dan Anak Terpaksa Jadi Perokok Pasif, Berbagai Penyakit Mengintai
Tentu saja, langkah cepat dan tepat diperlukan untuk pencegahan, diagnosis dan perawatan guna menekan kasus TBC utamanya kasus TBC Resisten Obat yang juga terlihat ada peningkatan.
Rizka menjelaskan, kuman Tuberkulosis yang beredar ini mulai resisten terhadap antibiotik yang ada sehingga dokter perlu tahu, kecocokan dan kombinasi obat untuk pasien yang bersangkutan.
"Kalau resisten obat, kan harus menumbuhkan kuman TBC di laboratarium, dan di Indonesia laboratorium yang bisa melakukan penumbuhan kuman itu sangat terbatas, tidak semua lab yang bisa, saat ini baru 12 Lab yang bisa,'' ungkapnya.
Nah, keterbatasan jumlah laboratorium inilah yang dapat berdampak pada waktu pengobatan pasien yang lebih lama. Karena bila daerah tempat tinggal pasien tidak ada lab, maka harus dikirim ke daerah lain.
Dengan adanya WGS akan memangkas waktu tersebut lebih cepat, sehingga pengobatan bisa segera diberikan.
''Sekarang dengan menggunakan pendekatan pemeriksaan ini kita bisa memutus rantai yang tadinya membutuhkan waktu empat minggu, dalam waktu sehari bisa dapat informasi bahwa kumannya itu punya kemungkinan resisten terhadap obat TBC yang ada,'' terang Rizka.
Baca juga: Berbagai Bahaya Akibat BAB Sembarangan, dari Penyakit hingga Stunting
Melalui BGSi, pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk deteksi dini penyakit dan pencegahan penyakit degeneratif seperti kanker, stroke, jantung, diabetes, hipertensi dan demensia.
Saat ini, BGSi sudah dilaksanakan di sembilan rumah sakit yang menjadi rumah sakit rujukan sekaligus pengampuan nasional yakni RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk penyakit metabolik terutama diabetes, dan RS Dharmais untuk penyakit kanker.
Kemudian RS Pusat Otak Nasional untuk penyakit stroke, RSPI Sulianti Saroso untuk penyakit menular Tuberkulosis, dan RSUP Persahabatan untuk penyakit menular TB.
Selanjutnya RS Ngoerah untuk wellness and beauty, RS Sardjito untuk penyakit genetik/penyakit langka, RSJPD Harapan Kita untuk penyakit jantung, serta RSAB Harapan Kita untuk kesehatan ibu dan anak.
Baca juga: Pastikan Penanggulangan Penyakit ASF Selesai, Kabarantan Tinjau Pulau Bulan
Seluruhnya telah dilengkapi dengan mesin-mesin sequencing yang mampu memproses ratusan sampel setiap minggu.
''Data-data sequencing ini dikerjakan di Indonesia, tidak ada sampel yang dikirim keluar dari negara ini, semuanya pemeriksaan dan analisis data dilakukan di Indonesia, untuk penyimpanan data, Kemenkes juga bekerjasama dengan BSSN,'' tuntas Rizka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya