KOMPAS.com - Salah satu tantangan dalam menyelesaikan konsumsi rokok adalah masih banyaknya tokoh adat, agama, dan masyarakat yang belum tegas menekankan bahaya merokok.
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mengatakan, hal itu disebabkan karena masih banyak tokoh adat, agama, dan masyarakat yang menjadi perkokok aktif.
Hasbullah menuturkan, kondisi tersebut membuat ibu dan anak terpaksa menjadi perokok pasif.
Baca juga: Pasien Kanker Paru Indonesia Lebih Muda daripada Luar Negeri, Rokok Penyebabnya
Tak hanya dari suami atau ayah yang perokok, ibu dan anak juga menjadi perokok pasif dari kepulan asap rokok tamu maupun kerabatnya yang bertandang ke rumah.
Salah satu dampak rokok menurut Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia adalah meningkatkan risiko stunting.
Anak dari orangtua perokok berisiko mengalami stunting 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan anak dari orangtua yang tidak merokok.
Hasbullah juga menyampaikan rokok dapat menyebabkan melemahkan daya pikir anak dan memengaruhi kesehatan janin yang dikandung ibu hamil.
Baca juga: Puntung Rokok Berpotensi Meracuni Lingkungan
Hal tersebut disampaikan Hasbullah dalam Webinar Peringatan Hari Tanpa Tembakau 2023: Suara Ibu Bangsa Selamatkan Indonesia sebagaimana dilansir dari siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Selasa (6/6/2023).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo menyampaikan, organisasi tersebut mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melindungi generasi muda dari penggunaan zat adiktif.
Kowani mendorong sinergi multipihak untuk melakukan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat sehingga dapat mengendalikan konsumsi tembakau.
Hal itu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat dan mendorong bonus demografi yang berkualitas.
Baca juga: Paparan Asap Rokok Bisa Sebabkan Balita Stunting
"Sebagai organisasi yang memiliki lebih dari 90 juta anggota perempuan dari seluruh Indonesia, Kowani berkomitmen penuh menangani naiknya angka perokok. Kami mendorong pemerintah untuk dapat merumuskan kebijakan yang mampu menekan produksi zat adiktif dari rokok konvensional maupun rokok jenis baru," ujar Giwo.
"Karena dengan berkurangnya jumlah perokok di Indonesia tidak hanya akan berdampak baik pada sektor kesehatan, tapi juga sektor ekonomi sebab keluarga Indonesia butuh bahan pokok bukan rokok," sambungnya.
Sementara itu, Menteri PPPA Bintang Puspayoga meminta para ibu mencegah dan mengendalikan konsumsi rokok di lingkungan keluarga.
Bintang menuturkan, pengeluaran untuk membeli rokok merupakan konsumsi kedua terbesar rumah tangga.
"Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menunjukkan rokok merupakan komoditi tertinggi kedua dalam pengeluaran rumah tangga setelah beras, lebih tinggi daripada pengeluaran untuk konsumsi protein seperti telur dan ayam, tahu, dan tempe yang lebih dibutuhkan keluarga," kata Bintang.
Baca juga: Kemenkes Targetkan Seluruh Wilayah Punya Kawasan Tanpa Rokok Tahun Ini
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya