BMKG berulang kali mengingatkan masyarakat untuk waspada peralihan musim kemarau ke hujan saat ini.
Seperti gempa, tanah longsor adalah jenis bencana yang sulit diprediksi. Lain halnya dengan bencana banjir biasanya datangnya dapat dipantau.
Jika Bendung Katulampa di Bogor, Jawa Barat, siaga III/IV, sepuluh jam kemudian air akan sampai di Kampung Melayu di Jakarta Timur.
Banjir bandang adalah fenomena bencana baru akhir-akhir ini. Kasus banjir bandang beberapa tahun lalu, di Sungai Cidurian, Kabupaten Bogor, yang meluluhlantakkan jembatan antardesa/kecamatan yang merupakan sarana vital bagi mobilitas warga setempat.
Banjir bandang terjadi karena hutan air di daerah hulu beralih alih fungsi sehingga kemampuan menyerap dan menangkap air hujan berkurang.
Kawasan hutan lindung dan cagar alam merupakan kawasan yang efektif menyimpan air. Hutan dengan pohon berdaun jarum seperti pinus mampu membuat 60 persen air hujan terserap tanah.
Sedangkan, kemampuan hutan dengan pohon berdaun lebar dalam menyerap air hingga 80 persen. Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis-lapis strata tajuknya, makin tinggi pula air hujan yang akan terserap ke dalam tanah.
Keragaman hayati hutan, karena itu, menjadi penting sebagai pencegah bencana alam. Maka untuk mencegah bencana banjir bandang dan tanah longsor, tidak ada kata lain selain mempertahankan kawasan hutan dan tutupannya. Caranya dengan mencegah alih fungsi lahan hutan di daerah hulu.
Untuk daerah hulu kawasan hutan dan tutupan hutannya rusak, reforestasi dan rehabilitasi lahan mutlak diperlukan.
Menanam spesies cepat tumbuh dan berdaun lebar salah satu pilihan jenis pohon dalam rehabilitasi daerah hulu sungai yang rusak.
Sementara untuk mencegah longsor di tebing-tebing hutan bisa dengan vegetasi kayu cepat tumbuh yang memiliki sistem akar dalam.
Vetiver menjadi pilihan efektif mencegah longsor di areal pertanian, bantaran sungai, atau lahan curam.
Krisis iklim membuat kita tak hanya harus waspada, juga mencegah pelbagai bencana hidrometeorologi dengan mengembalikan hutan ke dalam struktur alamiahnya.
Sebanyak lebih dari dua ribu bencana terjadi di Indonesia periode 1 Januari hingga 31 Agustus 2023. Jenis bencana terbanyak ialah hidrometeorologi seperti banjir.
Bencana terbanyak, yakni banjir dengan 850 kejadian. Kemudian cuaca ekstrem 836 kejadian, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 481 kejadian, tanah longsor 442 kejadian, serta kekeringan 58 kejadian.
Seluruh bencana mengakibatkan 198 orang meninggal. Sebanyak 4.173.618 orang menderita dan mengungsi, 5.552 orang luka-luka, dan 10 orang hilang.
Bencana menyebabkan 24.726 rumah rusak. Terdiri dari 3.358 rumah rusak berat, 3.689 rumah rusak sedang, dan 17.679 rumah rusak ringan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya