KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan deforestasi hingga pembakaran hutan, untuk mencegah krisis iklim di Indonesia.
Aturan itu tertuang dalam Fatwa Nomor 86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Hayu Prabowo mengatakan, MUI mengharamkan segala bentuk tindakan yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam, deforestasi (penggundulan hutan), serta pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada krisis iklim.
Baca juga: Walhi Tantang Capres-Cawapres Rilis Daftar Hitam Perusahaan Penyebab Karhutla
"Fatwa ini juga mewajibkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mengurangi jejak karbon yang bukan merupakan kebutuhan pokok serta melakukan upaya transisi energi yang berkeadilan," kata Hayu, dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (26/2/2024).
Peluncuran fatwa tersebut dilakukan bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Manka, ECONUSA, Ummah For EartH dan Komisi Fatwa MUI.
Hayu menjelaskan, penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang menjadikan cuaca ekstrem.
Sehingga menyebabkan terjadinya musim kemarau berkepanjangan, curah hujan tinggi, serta kenaikan permukaan air laut.
Kenaikan permukaan air laut tersebut bisa mengakibatkan bencana hidrometeorologi, kegagalan pertanian, dan bidang perikanan.
Baca juga: KLHK Klaim Tekan Karhutla 30,8 Persen, Walhi Nilai Sebaliknya: Gagal
"Untuk mengendalikan perubahan iklim tersebut diperlukan usaha kolaboratif dari berbagai pihak baik dari pemerintah dan masyarakat secara umum," tuturnya.
Dari pandangan itu, kata Hayu, muncul berbagai pertanyaan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup terkait pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengurangan penggunaan energi fosil, pengelolaan hutan tropis, dan pengurangan limbah.
Ia menyebut pemerintah juga mendorong penggunaan energi terbarukan, dalam upaya pelaksanaan energi transisi yang berkeadilan.
Dalam proses penyusunan fatwa ini, Hayu menjelaskan bahwa komisi fatwa bersama lembaga pengusul melakukan kunjungan lapangan untuk pengumpulan bukti empiris mengenai penyebab dan dampak perubahan iklim di lapangan.
Kunjungan komisi fatwa itu bersama Manka dan Borneo Nature Foundation dengan mengunjungi gambut bekas terbakar di Kalimantan Tengah.
Selain itu, MUI bersama Manka dan Perkumpulan Elang berkunjung ke Riau untuk berdiskusi dengan para pihak dan masyarakat mengenai tata kelola hutan dan lahan.
"Dalam proses pembuatan fatwa, sudah dilakukan focus group discussion dengan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, akademisi, dunia usaha dan masyarakat yang secara aktif memberikan masukan dan rujukan ilmiah," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya