JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menantang pemerintah dan juga calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) untuk merilis daftar hitam (black list) perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Terlebih, tema debat putaran keempat pada 24 Januari 2024 mendatang tentang pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam (SDA), lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian mengatakan hal itu dalam perbincangan secara daring bersama Kompas.com, Jumat (12/1/2024).
Menurut Uli, tantangan daftar hitam menjadi sangat relevan, mengingat komitmen Pemerintah saat ini masih setengah hati dan gagal dalam mengurangi kasus karhutla.
Baca juga: 4 Dampak Giant Sea Wall Menurut Walhi
Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas karhutla sampai dengan Oktober 2023 sebesar 994.313,18 hektar.
Pada 2023, terdapat 11 provinsi rawan karhutla khususnya Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
"Sejak 2015 hingga 2023 atau dalam kurun sewindu tak ada perbaikan penanganan yang dilakukan. Apalagi jika berbicara tentang kebijakan. Pemerintah gagal melindungi masyarakat dan tanahnya," ujar Uli.
Uli menegaskan, penyusunan daftar hitam ini sangat penting agar perusahaan-perusahaan tahu dosa-dosa mereka, termasuk yang berulangkali menjadi penyebab karhutla, dalam operasinya mencemari lingkungan, berkonflik dengan masyarakat adat/desa, agar tidak lagi mendapatkan kemudahan perpanjangan perizinan, mendapatkan izin baru, atau kemudahan akses pendanaan (pinjaman).
Dalam catatan Walhi, titik api yang membakar hampir satu juta hektar luas hutan dan lahan tersebut didominasi keberadaannya di dalam konsesi 194 perusahaan.
Bahkan dari 194 perusahaan tersebut, setidaknya 38 perusahaan juga melakukan kebakaran hutan dan lahan pada 2015 hingga 2020.
Baca juga: Kecelakaan Kerja Berulang di Smelter Nikel, Walhi: Pemerintah Abai
Uli menambahkan, karhutla merupakan bentuk kejahatan luar biasa, tindakan presiden beserta menteri-menterinya seharusnya tidak seperti pemadam kebakaran, yang akan bekerja saat api ada.
"Jika tidak berani mengambil tindakan untuk melakukan penegakan hukum dengan mengevaluasi seluruh perizinan, mencabut izin perusahaan yang jahat, memberikan sanksi pidana, menjalankan putusan pengadilan, dan memberikan blacklist perusahaan yang berulang membakar lahan, maka 10 tahun ke depan kita tetap akan berhadapan dengan masalah karhutla," tuturnya.
Karena itu, lanjut Uli, tidak berlebihan jika dikatakan para pengurus negara telah melakukan kejahatan luar biasa bagi rakyatnya.
Ada pun ke-194 perusahaan yang menurut Walhi sebagai penyebab terjadinya karhutla terdistribusi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan Kalimantan Selatan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya