Keempat, pemerintah atau regulator yang menetapkan formula tarif penggunaan jaringan listrik bersama.
Kelima, diperlukan pembuatan aturan turunan mengenai power wheeling yang lebih rinci untuk memperjelas implementasi.
"RUU EBET dapat mengamanatkan aturan power wheeling yang lebih rinci dan teknis di instrumen peraturan pelaksanaan UU dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) dan peraturan teknis dan detailnya akan diatur melalui peraturan menteri ESDM,” jelas Fabby.
Baca juga: RUU EBT Tak Kunjung Rampung Bikin Wacana Power Wheeling Berkembang
Fabby menyampaikan, penerapan power wheeling dapat menciptakan pasar energi terbarukan dan berdampak positif bagi investasi industri di Indonesia.
Dia menuturkan, industri mempunyai kepentingan untuk membangun sektor yang berkelanjutan dan memiliki target penggunaan energi terbarukan sebelum 2030.
“Adanya skema power wheeling, akan memudahkan industri untuk memperoleh listrik dari sumber energi terbarukan sehingga dapat mengurangi jejak karbon industrinya, mencapai target keberlanjutannya, dan memberikan citra industri hijau yang baik bagi pelanggannya,” imbuh Fabby.
IESR berharap, DPR dan pemerintah mempertimbangkan kepentingan dan manfaat nasional yang lebih luas dalam penetapan power wheeling dalam RUU EBET.
Baca juga: RUU EBT Tak Kunjung Rampung Bikin Wacana Power Wheeling Berkembang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya