Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mangrove di Indonesia Simpan 3 Milyar Ton Karbon, Penting Dijaga

Kompas.com, 29 Juli 2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem mangrove terbesar di dunia.

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional Tahun 2023, luas hutan mangrove yang ada di Indonesia mencapai 3,44 juta hektar, setara dengan 20 persen dari total luas mangrove dunia.

Dengan luas tersebut, ekosistem mangrove punya potensi sangat besar dari sisi ekologi hingga mata pencaharian masyarakat di Tanah Air.

Oleh karena itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong menegaskan pentingnya menjaga ekosistem mangrove.

“Kita memiliki 3,4 juta hektar mangrove se-Indonesia. Di dalam mangrove seluas 3,4 juta hektar tersebut, ada banyak nilai ekonomi, sosial, ekologi, atau lingkungan,” ujar Alue dalam acara “Mangrove for Future” yang digelar di Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Ekosistem mangrove menjadi habitat dari 3.000 spesies ikan. Sekaligus sebagai perangkap endapan dan perlindungan erosi pantai, serta penahan intrusi air laut ke daratan.

Setiap satu hektar hutan mangrove, kata dia, dapat menyimpan 3-5 kali lipat lebih banyak karbon dibandingkan hutan hujan tropis di seluruh dunia.

Berdasarkan penelitian yang ada, hutan mangrove Indonesia menyimpan 3,14 miliar ton karbon sepertiga dari seluruh karbon di dunia dan memiliki peran krusial dalam mitigasi perubahan iklim.

“Karena stok karbon yang ada di situ (hutan mangrove) kurang lebih Rp 3 milyar ton. Ini penting untuk pengendalian perubahan iklim,” imbuhnya.

Melihat potensi tersebut, mangrove dinilai dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya pencapaian Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia tahun 2030.

Urgensi rehabilitasi mangrove

Dengan potensi yang besar, Alue mengungkapkan bahwa kurangnya perlindungan terhadap mangrove dapat memperparah abrasi pantai dan pesisir, intrusi air laut, hingga menyebabkan kerusakan terhadap hasil produksi seperti pertanian.

“Jadi kalau kita degradasi, kita konversi, (hutan mangrove) akan melepas karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca lainnya yg sangat berbahaya bagi peningkatan suhu,” jelasnya.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berkomitmen untuk melakukan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar.

Target 600.000 ini terbagi menjadi dua, yakni 200.000 hektar untuk rehabilitasi mangrove melalui kegiatan penanaman oleh masyarakat, dan 400.000 hektar berupa pengelolaan lanskap mangrove berkelanjutan.

Termasuk di dalamnya melindungi areal mangrove yang masih utuh melalui penguatan regulasi, kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat.

Ia juga berpesan bahwa kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove berada pada kolaborasi dan sinergitas antar lembaga.

“Mangrove merupakan ekosistem yang pengelolaannya bersifat multi-sektor dan multi-stakeholders, sehingga penting untuk seluruh pihak pengelola mangrove untuk menyamakan persepsi,” pungkas Alue.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau