Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN: Perlu Ratusan Tahun Pulihkan Cadangan Karbon di Lahan Bekas Mangrove

Kompas.com - 29/07/2024, 05:35 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Virni Budi Arifanti mengatakan, mangrove memiliki potensi besar untuk menyerap dan menyimpan karbon.

Artinya, kata dia, kerusakan ekosistem mangrove juga akan menghasilkan terlepasnya emisi gas rumah kaca (GRK) dalam jumlah besar.

Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap karbon, namun apabila dia terganggu, maka mangrove memiliki kemampuan untuk melepas karbon ke atmosfer dalam bentuk emisi gas rumah kaca (GRK) yang sangat tinggi pula,” ujar Virni dalam diskusi “Mangrove for Future” yang digelar Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Lebih lanjut, kata dia, konversi mangrove akan melepas karbon secara masif dan butuh ratusan tahun untuk mengembalikan kondisi cadangan karbonnya.

Perlu 226 tahun pemulihan

Dari penelitian yang dilakukannya di wilayah delta Sungai Mahakam selama tiga tahun, Virni mengatakan konversi mangrove dalam kondisi baik menjadi tambak, dapat menghasilkan emisi GRK yang sangat besar.

"Hampir 50 persen dari cadangan karbon mangrove yang masih bagus ini akan hilang apabila mangrove ini dikonversi menjadi tambak," ungkapnya.

Dalam penelitiannya, ia menghitung bahwa rata-rata tambak bekas lahan mangrove beroperasi selama 16 tahun.

Maka, upaya pemulihan untuk bisa mengembalikan kondisinya seperti semula, dengan jumlah penyimpanan karbon di tanah yang sama, membutuhkan waktu sekitar 226 tahun.

“Kalau kita mau memulihkan kembali cadangan karbon di tanah, karena mangrove cadangan karbon terbesarnya di tanah hampir 80 persen, untuk memulihkan kondisi tanahnya kita butuh 226 tahun, jadi sangat lama,” terangnya.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa kemampuan mangrove untuk melepaskan karbon ketika terganggu juga sangat tinggi.

“Sehingga upaya kita kalau kita mau mengembalikan kondisi tanah mangrove seperti dalam kondisi intact itu butuh waktu yang lama," imbuh Virni.

Di sisi lain, ekosistem mangrove yang sudah terdegradasi perlu dilakukan restorasi dengan cara penanaman kembali.

Upaya restorasi mangrove, ia menjelaskan, dapat membantu mengembalikan biomassa permukaan atas tanah dan bawah tanah setidaknya hampir sama dengan mangrove yang masih alami.

Meski belum dapat mengembalikan kondisi cadangan karbon seperti semula, tambak yang masih beroperasi kemudian direstorasi, akan lebih baik hasilnya.

“Kalau di Delta Mahakam, mangrove sudah dikeruk, kemudian ditelantarkan. Makanya upaya memulihkan tambak-tambak yang sudah terlantar ini jauh lebih sulit dibandingkan tambak-tambak yang masih beroperasi,” pungkasnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau