Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Hilirisasi Harus Dievaluasi, Perlu Peta Jalan Konsisten

Kompas.com - 31/07/2024, 21:58 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, pelaksanaan hilirisasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal.

“Sejauh ini kalau kita kembalikan ke tujuan hilirisasi, yang pertama itu kan menaikkan nilai tambah. Kedua menciptakan ekosistem. Nah, kalau mengacu pada dua tujuan itu saya kira belum berhasil sama sekali,” ujar Fahmy saat ditemui usai konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Ia menjelaskan, terdapat beberapa poin yang menjadi bukti bahwa hilirisasi saat ini belum memberikan hasil dan keuntungan maksimal seperti yang sering digaungkan pemerintah.

Baca juga: Energi Fosil Bikin Program Hilirisasi dan Bebas Emisi Tak Koheren

Pertama, tingkat pengolahan hilirisasi saat ini masih berada pada posisi tahap awal, dan ke depannya masih harus terus didorong agar bisa membangun ekosistem industri di Indonesia.

“Itu masih tahap awal sekali, dan itu (hilirisasi) masih perlu diperbaiki, perlu didorong. Karena dalam hilirisasi itu nantinya akan jadi industrialisasi dari hulu sampai hilir,” jelas dia.

Dengan terciptanya ekosistem industrialisasi, barulah akan memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja.

“Sekarang masih jauh sepertinya,” imbuh Fahmy.

Lebih menguntungkan asing

Lebih lanjut, ia menilai kebijakan hilirisasi masih lebih dominan menguntungkan negara lain, terutama China.

“Selama ini kan insentif besar-besaran diberikan pada investor China. Teknologi bertahun-tahun misalnya, insentif fiskal dan sebagainya. Sehingga mestinya itu menjadi pemasukan, tax-nya itu jadi berkurang. Itu juga mengurangi nilai tambah,” papar Fahmy.

Baca juga: Hilirisasi Nikel Berdampak Serius terhadap Masyarakat Maluku Utara

Perusahaan-perusahaan hilirisasi nikel yang membangun smelter kebanyakan dari China. Sehingga, keuntungan terbesar masih sebagian besar diterima oleh Negeri Tirai Bambu itu.

Bukti lainnya, karena perusahaan hilirisasi rata-rata berasal dari China, maka tenaga kerjanya pun sebagian besar didatangkan dari negara tersebut.

Dengan demikian, salah satu tujuan utama hilirisasi yang disebut membuka banyak lapangan kerja, belum bisa tercapai.

Apalagi, dalam sejumlah survei, temuan di lapangan menunjukkan daerah-daerah tempat hilirisasi masih miskin dengan kesenjangan yang tinggi.

“Kami juga menemukan tadi ternyata di Maluku Utara itu kemiskinannya masih tinggi. Lapangan pekerjaan juga masih kecil. Artinya hilirisasi tadi itu belum memberikan nilai tambah yang tinggi,” Fahmy.

Perlu evaluasi dan peta jalan konsisten

Terkait implementasi hilirisasi ke depannya, kata Fahmy, pemerintah harus memiliki peta jalan yang jelas, konsisten, dan menguntungkan dalam negeri.

“Pertama, pemerintah harus mempunyai roadmap. Misalnya dari hulu sampai ke hilir tadi. Dari bijih nikel, menjadi stainless, kemudian dari baterai listrik sampai ke mobil listrik,” tuturnya.

Terkait siapa investornya, Fahmy menilai baik investor asing maupun dalam negeri tidak masalah. Asalkan pabrik hilirisasi ada di Indonesia, sehingga nilai tambahnya juga tinggi.

“Lalu, harus melibatkan tenaga kerja Indonesia. Dan yang penting juga harus ada perjanjian untuk melakukan transfer teknologi. Jadi di baterai itu kan high-tech gitu ya. Maksudnya dalam waktu 5 tahun atau 10 tahun, ada transfer teknologi sehingga tenaga kerja nantinya itu dari Indonesia semua,” terang Fahmy.

Baca juga: Punya Potensi Besar, ASEAN Ditargetkan Jadi Pusat Industri Hilirisasi

Selanjutnya, Fahmy juga mendorong agar para penambang diberikan insentif dan bisa melakukan hilirisasi.

“Dorong para penambang (Indonesia) agar naik kelas supaya dia bisa melakukan juga hiilisasi. Saya berharap para penambang tadi masuk juga ke smelter,” cetus Fahmy.

Dengan kebijakan yang ada saat ini, dan masih berubah-ubah, Fahmy menilai nilai tambah produksi hasil hilirisasi belum dikembangkan. Sehingga, Indonesia baru akan menjadi pasar bagi perusahaan-perusahaan asing.

“Nanti kita hanya dijadikan sebagai pasar saja. Kita enggak punya national brand dan seterusnya. Sebenarnya ini kesempatan,” ujar Fahmy.

“Jadi bukan menolak hilirisasi, kami dukung, tapi masih ada inkonsistensi kebijakan pemerintah, ini yang harus dikawal,” pungkasnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

LSM/Figur
Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Swasta
Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Swasta
Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Pemerintah
Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Swasta
Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Pemerintah
Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Swasta
Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

LSM/Figur
Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series 'Kami Memohon'

Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series "Kami Memohon"

Swasta
Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Pemerintah
Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Pemerintah
Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Teknologi Elektrolit Diklaim Bisa Tingkatkan Penyimpanan Energi Terbarukan

Pemerintah
Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Daur Ulang Plastik Bikin Shiva Diganjar SDG Pioneers 2024 dari PBB

Swasta
Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Secercah Harapan dari KLHK di Tengah Gempuran Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hidup

Pemerintah
Jemput Energi Terbarukan, PLN Bakal Integrasikan Transmisi Lintas Pulau

Jemput Energi Terbarukan, PLN Bakal Integrasikan Transmisi Lintas Pulau

BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau