KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan ada dua proyek penangkap dan penyimpan karbon atau carbon capture and storage (CCS) yang berjalan di Indonesia.
Kedua proyek CCS tersebut adalah BP Tangguh di Papua Barat dan Proyek Sunda Asri di Cekungan Sunda-Asri di perairan antara Pulau Jawa dan Sumatera.
Luhut menyampaikan, proyek CCS BP Tangguh akan memiliki kapasitas penyimpanan karbon dioksida sebesar 1,8 gigaton.
Baca juga: CCS/CCUS Dinilai Tak Layak Secara Ekonomi, Konsumen Listrik Bisa Kena Getahnya
Dia menambahkan, proyek tersebut berpotensi besar untuk menjadi hub CCS pertama di Indonesia.
"Karena tidak hanya akan menangkap dan menyimpan karbon dioksida dari berbagai industri di Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Salah satu contohnya adalah Pelabuhan terbesar di Jepang, Nagoya," kata Luhut dikutip dari akun Instagramnya, Selasa (30/7/2024).
Sedangkan proyek Sunda Asri merupakan kerjasama antara Pertamina dan ExxonMobil dan berpotensi menjadi CCS hub lainnya di Indonesia bagian Barat.
Proyek CCS Sunda Asri disebut Luhut akan menyimpan karbon dioksida dari Singapura dan industri-industri domestik yang sulit mengurai emisi.
Baca juga: Anggota Komite BPH MIgas Akui CCS Akan Perpanjang Energi Fosil
Luhut menambahkan, kedua proyek CCS tersebut diharapkan dapat membawa investasi baru, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan transfer teknologi," tutur Luhut.
"Saya percaya hadirnya BP Tangguh dan Sunda Asri bisa menjadi contoh sukses bagi proyek-proyek serupa di masa depan," ucap Luhut.
Dia menambahkan, proyek CCS tersebut menjadi langkah strategis yang akan membawa manfaat besar bagi Indonesia. Tidak hanya dari segi lingkungan, tetapi juga ekonomi dan teknologi.
"Bahwa melalui kerja sama internasional dan komitmen kuat terhadap inovasi teknologi, kita dapat mencapai target pengurangan emisi global dan mewujudkan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan di Indonesia," tutur Luhut.
Baca juga: Lemigas Dorong 15 Proyek CCS, Kejar Target Emisi Nol Bersih
CCS merupakan teknologi yang bertujuan untuk menangkap karbon dioksida dari sumber-sumber besar emisi agar tidak lepas ke atmosfer lalu disimpan.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira mengatakan, CCS adalah teknologi yang belum terbukti.
"Industri-industri ini cenderung memilih teknologi yang mahal dan belum terbukti, salah satunya CCS. Mereka belum mau beralih ke energi terbarukan," ucap Bhima dalam diskusi publik yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan dipantau secara daring, Senin (29/7/2024).
Menurut studi, dalam jangka menegah dan panjang, kehadiran CCS akan meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil pada 2100 sampah 65 persen dari cadangan yang ada.
Baca juga: CCS Lintas Negara Bikin Indonesia Tempat Pemutihan Karbon dari Negara Lain
Dengan demikian, CCS akan tetap melanggengkan eksplorasi bahan bakar fosil terutama batu bara karena permintaannya yang tidak berkurang.
"Kita enggak akan selesai menggunakan energi kotor dengan CCS ini karena seolah-olah ada jalan tengah (untuk transisi energi)," ucap Bhima.
Selain itu, CCS juga masih memunculkan residual emisi di dalam fasilitas PLTU yang memasang alat tersebut.
"Pada akhirnya, yang tadinya ditujukan untuk menurunkan karbon dioksida ternyata masih ada residulan emisi yang tidak bisa dihilangkan, dan itu menjadi permasalahan baru," jelas Bhima.
Baca juga: Perpres CCS Dianggap Bakal Perpanjang Usia Bahan Bakar Fosil
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya