Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 September 2024, 06:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Singapura mengumumkan akan menambah kuota impor listrik rendah karbon dari Indonesia dari 2 gigawatt (GW) menjadi 3,4 GW guna mendukung kebutuhan energi terbarukan pada masa mendatang.

Hal tersebut disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng dalam acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Jakarta, Kamis (5/9/2024).

Dia mengatakan Singapura sebelumnya telah memberikan persetujuan bersyarat kepada lima perusahaan Indonesia untuk mengimpor listrik rendah karbon sebesar 2 GW.

Baca juga: Panas Bumi dan Air Berpotensi Jadi Sumber Energi Listrik Utama Nasional

Lima perusahaan tersebut adalah Pacific Medco Solar Energy Power with Consortium Partners, Adaro Green, PacificLight Power Pte Ltd dan Gallant Venture Ltd, Salim Group, dan TBS Energi Utama.

Namun, seiring dengan penambahan target impor listrik Singapura dari 4 GW menjadi 6 GW pada 2035, pemerintah Singapura memberikan izin tambahan untuk dua proyek lagi, masing-masing dari Total Energies RGE dan Shell Vena Energy.

"Kedua proyek ini akan mengekspor 1,4 GW listrik rendah karbon tambahan dari Indonesia ke Singapura," kata Tan, sebagaimana dilansir Antara.

Pada 2023, Indonesia dan Singapura telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pengembangan industri manufaktur energi terbarukan, seperti produksi panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai untuk perdagangan listrik lintas batas.

Baca juga: RI Bidik Afrika, Ajak Kerja Sama Mineral Kritis untuk Baterai Kendaraan Listrik

Tan menyampaikan, impor listrik dari negara tetangga kini menjadi kunci bagi Singapura untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target netral karbon pada 2050.

Selain itu, ia menilai, kerja sama perdagangan listrik antara Indonesia dan Singapura akan membawa keuntungan bagi kedua negara.

Selain memasok listrik ke Singapura, proyek ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan industri energi terbarukan di Indonesia, seperti produksi baterai dan panel surya.

"Pendapatan dari ekspor listrik dapat digunakan untuk mempercepat proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia guna mempercepat dekarbonisasi Indonesia," ucap Tan.

Baca juga: Gabungan PLTS dan PHES Jadi Solusi Pasokan Listrik Nasional Berkelanjutan

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, kemitraan tersebut sangat menguntungkan bagi kedua negara.

Bagi Singapura, mereka akan mendapatkan pasokan listrik bersih yang stabil dari Indonesia melalui panel surya dan baterai yang diproduksi di Indonesia.

Sementara itu, Indonesia akan semakin kuat di pasar energi global dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya, terutama silika yang melimpah untuk membuat panel surya.

"Jadi, kita harus membangun industri panel surya karena kita harus mengekspor energi hijau ke Singapura. Jadi, saya pikir ini menguntungkan kedua negara," ujar Luhut.

Lima perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan bersyarat untuk melakukan ekspor listrik diperkirakan akan memulai proses transmisi listrik ke Singapura pada 2028. Sementara dua lainnya akan mulai pada 2030.

Baca juga: Singapura Incar Energi Listrik Terbarukan dari Australia dan Malaysia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau