Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singapura Incar Energi Listrik Terbarukan dari Australia dan Malaysia

Kompas.com - 24/08/2024, 18:18 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Singapura, negara kecil dengan permintaan energi yang terus meningkat, kini mengincar gurun di Australia dan hutan hujan di Malaysia, untuk memenuhi kebutuhan energinya dengan sumber energi bersih.

Baru-baru ini, Australia mengumumkan pembangunan proyek besar berupa ladang surya yang diharapkan dapat menyuplai 2 gigawatt (GW) listrik ke Singapura melalui kabel bawah laut.

Sebab, Singapura yang memiliki target mencapai puncak emisi karbon pada 2030 dan netralitas karbon pada 2050, masih sangat bergantung pada impor minyak dan gas.

Baca juga: Pertamina NRE Targetkan Pembangkit EBT Capai 6 GW pada 2029

Karena keterbatasan lahan, Singapura juga tidak dapat membangun tempat energi surya skala besar dan tidak memiliki kondisi ideal untuk memproduksi energi angin atau hidro, seperti dilansir dari AFP, Jumat (23/8/2024).

Meski Singapura menargetkan dapat menghasilkan 2 GW listrik dari panel surya lokal pada 2030, kebutuhan energi diperkirakan terus meningkat.

Terutama dari pusat data yang saat ini sudah menyumbang 7 persen konsumsi listrik di Singapura, di mana angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 12 persen pada 2030.

Impor EBT dari negara lain

Untuk mengatasi hal tersebut, Otoritas Pasar Energi Singapura (Singapore's Energy Market Authority) telah memberikan persetujuan untuk impor 1 GW dari Kamboja, 2 GW dari Indonesia, dan 1,2 GW dari Vietnam, yang bersumber dari kombinasi energi surya, angin, serta hidro.

“Diperkirakan, impor energi terbarukan akan memenuhi setidaknya 30 persen kebutuhan listrik Singapura pada 2035,” ujar Otoritas Pasar Energi Singapura.

Baca juga: Luhut Ungkap Rencana Pensiunkan PLTU Suralaya, ESDM: Tunggu EBT Dulu

Namun, pihak Nanyang Energy Research Institute, Niels de Boer menyampaikan adanya tantangan berupa jarak transmisi, kerugian energi, dan ketidakstabilan pasokan.

Proyek kabel bawah laut sepanjang 4.300 kilometer yang direncanakan itu juga membutuhkan persetujuan dari regulator energi Singapura, pemerintah Indonesia, dan komunitas adat Australia.

Kendati menghadapi tantangan, Analis Senior kebijakan listrik Asia Tenggara, Ember, Dinita Setyawati mengatakan, permintaan energi dari Singapura juga membuka peluang besar bagi potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan di kawasan Asia Tenggara.

“Hal ini dapat mendorong transisi energi bersih di kawasan Asia Tenggara dan meningkatkan ambisi energi terbarukan," ujarnya.

Baca juga: Percepatan EBT dan Pensiun PLTU Akhiri Beban Subsidi Setrum Negara

Oleh karena itu, hal ini dinilai membuat diversifikasi sumber energi terbarukan sebagai kunci bagi Singapura.

“Semakin beragam sumber energi, semakin baik pula keamanan energinya," kata Direktur Economic Growth Centre di Nanyang Technological University Singapura, Euston Quah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BUMN
AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

LSM/Figur
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Pemerintah
Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Pemerintah
Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau