KOMPAS.com - Singapura, negara kecil dengan permintaan energi yang terus meningkat, kini mengincar gurun di Australia dan hutan hujan di Malaysia, untuk memenuhi kebutuhan energinya dengan sumber energi bersih.
Baru-baru ini, Australia mengumumkan pembangunan proyek besar berupa ladang surya yang diharapkan dapat menyuplai 2 gigawatt (GW) listrik ke Singapura melalui kabel bawah laut.
Sebab, Singapura yang memiliki target mencapai puncak emisi karbon pada 2030 dan netralitas karbon pada 2050, masih sangat bergantung pada impor minyak dan gas.
Baca juga: Pertamina NRE Targetkan Pembangkit EBT Capai 6 GW pada 2029
Karena keterbatasan lahan, Singapura juga tidak dapat membangun tempat energi surya skala besar dan tidak memiliki kondisi ideal untuk memproduksi energi angin atau hidro, seperti dilansir dari AFP, Jumat (23/8/2024).
Meski Singapura menargetkan dapat menghasilkan 2 GW listrik dari panel surya lokal pada 2030, kebutuhan energi diperkirakan terus meningkat.
Terutama dari pusat data yang saat ini sudah menyumbang 7 persen konsumsi listrik di Singapura, di mana angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 12 persen pada 2030.
Untuk mengatasi hal tersebut, Otoritas Pasar Energi Singapura (Singapore's Energy Market Authority) telah memberikan persetujuan untuk impor 1 GW dari Kamboja, 2 GW dari Indonesia, dan 1,2 GW dari Vietnam, yang bersumber dari kombinasi energi surya, angin, serta hidro.
“Diperkirakan, impor energi terbarukan akan memenuhi setidaknya 30 persen kebutuhan listrik Singapura pada 2035,” ujar Otoritas Pasar Energi Singapura.
Baca juga: Luhut Ungkap Rencana Pensiunkan PLTU Suralaya, ESDM: Tunggu EBT Dulu
Namun, pihak Nanyang Energy Research Institute, Niels de Boer menyampaikan adanya tantangan berupa jarak transmisi, kerugian energi, dan ketidakstabilan pasokan.
Proyek kabel bawah laut sepanjang 4.300 kilometer yang direncanakan itu juga membutuhkan persetujuan dari regulator energi Singapura, pemerintah Indonesia, dan komunitas adat Australia.
Kendati menghadapi tantangan, Analis Senior kebijakan listrik Asia Tenggara, Ember, Dinita Setyawati mengatakan, permintaan energi dari Singapura juga membuka peluang besar bagi potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan di kawasan Asia Tenggara.
“Hal ini dapat mendorong transisi energi bersih di kawasan Asia Tenggara dan meningkatkan ambisi energi terbarukan," ujarnya.
Baca juga: Percepatan EBT dan Pensiun PLTU Akhiri Beban Subsidi Setrum Negara
Oleh karena itu, hal ini dinilai membuat diversifikasi sumber energi terbarukan sebagai kunci bagi Singapura.
“Semakin beragam sumber energi, semakin baik pula keamanan energinya," kata Direktur Economic Growth Centre di Nanyang Technological University Singapura, Euston Quah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya