Kasus Sorbatua, misalnya, bermula dari keinginannya untuk mempertahankan tanah adat yang selama ini dikelola komunitasnya dari ancaman eksploitasi perusahaan.
Sebagai seorang pemimpin masyarakat adat, Sorbatua memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melestarikan tanah warisan leluhurnya agar tidak digusur atau dialihfungsikan oleh pihak-pihak komersial yang berkepentingan.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, sistem hukum formal yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat adat kini malah menjadi alat yang digunakan untuk menekan dan menindas mereka.
Daniel, yang merupakan seorang aktivis lingkungan, menghadapi permasalahan yang tidak jauh berbeda.
Meski tindakannya berfokus pada pelestarian keanekaragaman hayati di Karimunjawa, perjuangannya malah dipandang sebagai tindakan melanggar hukum.
Situasi ini menggambarkan bahwa di Indonesia, upaya melindungi lingkungan sering kali membawa risiko kriminalisasi, meskipun upaya tersebut sangat penting di tengah semakin gentingnya ancaman terhadap ekosistem.
Ironi ini semakin jelas ketika di saat yang sama, perlindungan terhadap lingkungan justru harusnya diperkuat, bukan diberangus.
Lebih jauh, masyarakat adat di Indonesia secara internasional dapat dikategorikan sebagai indigenous peoples yang dilindungi oleh Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat yang disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2007.
Hak-hak mereka juga diakui secara resmi dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob).
Dalam konteks ini, hak atas tanah adat tidak bisa dipisahkan dari hak-hak lain yang juga melekat pada masyarakat adat, seperti hak atas perumahan, hak untuk menjaga identitas budaya, dan bahkan hak perempuan di dalam komunitas adat tersebut.
Terdapat dua hak utama yang dimiliki masyarakat adat, yakni hak untuk menentukan nasib sendiri (right to self-determination) dan hak atas tanah serta sumber daya alam (right to land and natural resources).
Kedua hak ini sangat krusial karena mereka menjadi landasan bagi kelangsungan hidup dan budaya masyarakat adat.
Kovenan Ekosob Pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa "setiap bangsa memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri". Sementara Pasal 2 ayat 2 menggarisbawahi bahwa setiap bangsa memiliki hak untuk mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka dengan bebas.
Hak-hak ini diperkuat lagi oleh Resolusi Majelis Umum PBB 1803 (XVII) tahun 1962, yang menyatakan bahwa setiap bangsa memiliki kedaulatan permanen atas sumber daya alam mereka.
Di tingkat nasional, hak-hak masyarakat adat dijamin dalam UUD 1945, khususnya Pasal 18B ayat 2 yang menyatakan bahwa negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional mereka, asalkan selaras dengan perkembangan zaman.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya