Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CSIS: Ada Banyak Tantangan dalam Capai Target Transisi Energi

Kompas.com, 23 Oktober 2024, 14:57 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Departemen Ekonomi, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Ardhi Wardhana, menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan oleh pemerintah baru menjadi tantangan besar bagi negara.

Saat ini, kata dia, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berkisar pada angka Rp 21 kuadriliun.

Untuk mencapai target pertumbuhan 8 persen dalam lima tahun ke depan, dibutuhkan tambahan PDB sebesar Rp 1,68 kuadriliun per tahun, sehingga totalnya mencapai 8 hingga 9 kuadriliun rupiah.

Baca juga: Pintu Perluas Edukasi untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital RI

"Sekitar sepertiganya atau Rp 3 kuadriliun harus berasal dari investasi. Dan investasi seperti apa yang kita butuhkan, itu kan jadi pertanyaan semua ekonom dan juga orang-orang yang kritis juga terhadap kajian 8 persen," ujar Ardhi dalam Seminar Publik CSIS di Jakarta, Selasa (22/10/2024). 

Pentingnya investasi yang tepat

Lebih lanjut, kata dia, target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen perlu didukung dengan investasi yang tepat di sektor industri, terutama yang berkaitan dengan energi.

Sektor yang dianggap paling potensial adalah industri manufaktur, yang tidak hanya mampu memberikan dampak besar pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memiliki serapan energi listrik terbesar, yaitu sekitar 30 persen.

Namun, menurutnya, tantangan utama tetap terletak pada jenis investasi yang diperlukan untuk mendorong sektor ini, agar mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Pasalnya, pada periode 2014-2019, program 35 gigawatt listrik yang dicanangkan Presiden Joko Widodo tidak sepenuhnya tercapai, karena asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen tidak terpenuhi.

Akibatnya, beberapa wilayah, khususnya Jawa dan Bali, mengalami oversupply (kelebihan) energi dengan margin cadangan listrik mencapai 44 persen, jauh di atas batas ideal 20-35 persen.

Dengan target pertumbuhan ekonomi 8%, penting untuk memastikan bahwa rencana ketenagalistrikan nasional disusun dengan realistis, agar tidak mengulangi kesalahan serupa.

"Nah, jika kita berangan-angan di masa yang akan datang kita akan sampai 8 persen, berapa besar demand yang harus kita munculkan?" ungkapnya. 

"Jadi dari kacamata kami, dari kacamata peneliti, mungkin harus dikaji lebih dalam lagi terkait dengan strategi 8 8 persen," imbuh Ardhi. 

Baca juga: Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Tantangan kebutuhan energi akhir

Selain pertumbuhan ekonomi, kata dia, tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah final energy demand atau kebutuhan energi akhir.

Dalam hal ini, Indonesia tidak hanya harus fokus pada transisi energi, tetapi juga menentukan jenis energi apa yang akan menjadi andalan di masa depan. 

Menurutnya, dalam konteks Indonesia, energi terbarukan yang menjadi fokus adalah hidro, energi surya, dan juga energi nuklir.

Baca juga: Indonesia-Jerman Perkuat Transisi Energi

Namun, masih ada pertanyaan yaitu berapa besar porsi dari masing-masing sumber energi terbarukan, dan bagaimana memastikan transisi energi berjalan efektif dan efisien secara biaya.

"Jangan sampai kita hanya berhenti di dalam proses energi transisinya saja. Tapi kita tidak tahu finalnya seperti apa. Apakah kita mau 90 persen renewable energy? Renewable energy yang mana? Hydro-nya berapa persen? PLTS-nya berapa persen?" papar dia. 

Lebih lanjut, Ardhi mengatakan bahwa salah satu solusi untuk mendorong percepatan transisi energi adalah melalui kebijakan insentif dan disinsentif.

Salah satu bentuk disinsentif yang dapat diterapkan adalah pengurangan subsidi bahan bakar fosil. Adapun investasi yang perlu didorong adalah dalam riset dan pengembangan (R&D) teknologi energi terbarukan. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau