Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Global Ungkap Orang Tak Paham Soal Keadilan Iklim

Kompas.com - 22/10/2024, 20:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Studi internasional telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang, termasuk mereka yang berada di wilayah paling terdampak oleh perubahan iklim tidak memahami istilah keadilan iklim.

Namun mereka menyadari adanya ketidakadilan sosial, historis, dan ekonomi yang menjadi ciri krisis iklim, meski mereka secara tidak sadar menghubungkan pemahaman tersebut.

Mengutip Phys, Selasa (22/10/2024) dalam studi ini, peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Nottingham, Inggris menyurvei 5627 orang dewasa di 11 negara untuk menilai wawasan mereka mengenai konsep keadilan iklim.

Ke-11 negara yang terlibat dalam survei adalah Australia, Brasil, Jerman, India, Jepang, Belanda, Nigeria, Filipina, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.

Baca juga:

Ini adalah studi pertama yang meneliti pemahaman publik tentang perubahan iklim di luar Eropa dan Amerika Utara.

Hasil studi mengungkap dua pertiga orang di negara tersebut belum pernah mendengar tentang keadilan iklim.

Namun, mayoritas orang yang disurvei mendukung keyakinan terkait keadilan iklim, termasuk gagasan bahwa orang yang lebih miskin menderita dampak yang lebih buruk dari perubahan iklim (78 persen setuju).

Sementara itu, orang-orang dari komunitas yang paling terdampak harus memiliki lebih banyak suara dalam keputusan mengenai perubahan iklim (78 persen), dan bahwa kapitalisme serta kolonialisme merupakan elemen dasar dari krisis iklim (70 persen).

Dukungan terhadap keyakinan terkait keadilan iklim ini juga dikaitkan secara positif dengan keterlibatan dalam tindakan iklim dan dukungan untuk kebijakan iklim yang adil.

Apa Itu Keadilan Iklim?

Keadilan iklim sendiri secara luas mencakup pengakuan bahwa dampak perubahan iklim dirasakan secara tidak merata di seluruh masyarakat, kelompok yang paling terdampak sering kali memiliki suara paling sedikit dalam pemilihan dan implementasi respons masyarakat terhadap perubahan iklim.

Lalu yang terakhir adalah proses pembuatan kebijakan terkait perubahan iklim sering kali gagal mengenali kepentingan sah masyarakat yang tidak memiliki suara politik, sehingga berkontribusi pada semakin hilangnya hak pilih kelompok yang terpinggirkan.

Baca juga:

"Memperhitungkan keadilan iklim saat kita menanggapi perubahan iklim adalah kunci untuk mengarahkan masyarakat kita ke solusi yang adil dan setara," ungkap Dr. Charles Ogunbode, Asisten Profesor Psikologi Terapan di Universitas Nottingham, Inggris, yang memimpin studi ini.

Menurutnya, negara-negara yang rentan terhadap iklim, sebagian besar terbatas justru menjadi subjek wacana iklim, bukan peserta aktif.

"Dengan mengungkap dukungan luas terhadap prinsip-prinsip keadilan iklim di seluruh dunia, kami berharap para pendukung iklim akan memanfaatkan penelitian kami untuk lebih menekan para pembuat kebijakan dan pemimpin untuk memberlakukan tanggapan yang adil terhadap krisis iklim," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riset: Generasi Z Khawatir Terhadap Perubahan Iklim

Riset: Generasi Z Khawatir Terhadap Perubahan Iklim

Pemerintah
Studi Global Ungkap Orang Tak Paham Soal Keadilan Iklim

Studi Global Ungkap Orang Tak Paham Soal Keadilan Iklim

Pemerintah
Mangrove Perlu Dirawat Minimal 2 Tahun Sejak Ditanam, Mengapa?

Mangrove Perlu Dirawat Minimal 2 Tahun Sejak Ditanam, Mengapa?

LSM/Figur
Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau