Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/01/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi global bisa anjlok 50 persen tahun 2070 hingga 2090 akibat berbagai dampak negatif dari perubahan iklim.

Hal tersebut mengemuka berdasarkan laporan terbaru para ahli dari Institute and Faculty of Actuaries (IFoA) bekerja sama dengan University of Exeter, sebagaimana dilansir The Guardian, Kamis (16/1/2025).

Dalam laporan berjudul Planetary Solvency tersebut, perubahan iklim bakal meningkatkan berbagai bencana dan kejadian ekstrem seperti kebakaran, kekeringan, kenaikan suhu, banjir bandang, longsor, hingga kerusakan lingkungan.

Baca juga: Kebakaran Los Angeles Tak Lepas dari Perubahan Iklim, Ahli Serukan Sasar Akar Penyebabnya

Kedua lembaga tersebut menggunakan permodelan matematika dan statistik untuk menganalisis risiko finansial terhadap bisnis dan negara yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

Karena dampaknya sangat besar, para ahli menyerukan agar para pemimpin politik mengakselerasi aksi dekarbonisasi guna menangani krisis iklim.

Tanpa mengakeselerasi aksi dekarbonisasi dan menghilangkan karbon dari atmosfer, dampak terburuk yang mungkin terjadi pada ekonomi global adalah anjloknya pertumbuhan ekonomi hingga 50 persen dalam 20 tahun sebelum 2090.

Bahkan, jika suhu Bumi naik 3 derajat celsius pada 2050, akan ada lebih dari 4 miliar kematian, perpecahan sosial politik yang besar, dan kepunahan.

Penulis utama laporan tersebut, Sandy Trust, menuturkan sampai saat ini belum ada rencana yang realistis dari para pemimpin dalam menghindari prediksi tersebut.

Baca juga: Material Konstruksi Bisa Bantu Atasi Perubahan Iklim, Kok Bisa?

Laporan tersebut menyebutkan, penilaian risiko iklim yang dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan hingga politikus selama ini salah.

"(Mereka) tidak menyadari adanya risiko kehancuran," bunyi laporan tersebut, sebagaimana dilansir The Guardian.

Jika berbagai risiko dan dampak diperhitungkan, perekonomian planet akan sangat bangkrut.

Pasalnya, sistem Bumi akan sangat rusak sehingga manusia sangat sulit mengakses berbagai layanan penting, terutama akses ekonomi.

"Anda tidak dapat memiliki ekonomi tanpa masyarakat, dan masyarakat membutuhkan tempat tinggal," kata Trust.

"Alam adalah fondasi kita, menyediakan makanan, air, dan udara, serta bahan baku dan energi yang menggerakkan ekonomi kita. Ancaman terhadap stabilitas fondasi ini merupakan risiko bagi kemakmuran manusia di masa depan yang harus kita hindari," sambungnya.

Baca juga: Mulai Lahir 2025, Gen Beta Langsung Warisi Perubahan Iklim

Terhubung

Planetary Solvency menemukan fakta betapa berkaitannya ekonomi manusia dengan kelestarian alam. Apabila keseimbangan terganggu, maka semuanya akan terpengaruh.

Laporan tersebut juga mengkritik teori ekonomi yang dianut pemerintah di Inggris, AS, dan di seluruh dunia maju yang berfokus pada apa yang dapat diambil manusia dari planet ini untuk menciptakan pertumbuhan bagi diri mereka sendiri.

Teori ekonomi tersebut dinilai gagal memperhitungkan risiko nyata dari degradasi alam terhadap masyarakat dan ekonomi.

Laporan itu lantas menyerukan perubahan paradigma oleh para pemimpin politik dan pemerintah untuk mengatasi pemanasan global.

"Para pemimpin dan pembuat keputusan di seluruh dunia perlu memahami mengapa perubahan ini diperlukan," bunyi laporan tersebut.

Baca juga: Apakah Perubahan Iklim Memperparah Kebakaran Hutan?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

Ternyata Semut Bisa Bantu Lindungi Tanaman dari Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

Dukung Pelestarian Lingkungan, Pertamina Tanam Pohon di Hulu Sungai Ciliwung

BUMN
Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Rendahnya Efisiensi Investasi Masih Bayangi Indonesia

Pemerintah
Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Jakarta Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah lewat Pungutan Retribusi

Pemerintah
Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Shell dan Microsoft Masuk 10 Pembeli Kredit Karbon Terbesar 2024

Swasta
Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek 'Biochar' di India

Google Beli 100.000 Sertifikat Karbon dari Proyek "Biochar" di India

Swasta
Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

Bencana Hidrometeorologi Ekstrem Risiko Terbesar 10 Tahun ke Depan

LSM/Figur
Mencairnya Es Antarktika Bisa 'Bangunkan' 100 Gunung Berapi Bawah Laut

Mencairnya Es Antarktika Bisa "Bangunkan" 100 Gunung Berapi Bawah Laut

LSM/Figur
Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Grab-BYD Kerjasama Sediakan 50.000 GrabCar Listrik di Asia Tenggara

Swasta
Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Menteri Lingkungan Hidup: Limbah Makan Bergizi Gratis Akan Jadi Kompos

Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Anjlok 50 Persen akibat Perubahan Iklim

LSM/Figur
Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Perdagangan Karbon Internasional di RI Sempat Terkendala Peraturan Ini

Pemerintah
Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah 'Aset Hijau' Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Perdagangan Karbon, Upaya Pemerintah Ubah "Aset Hijau" Jadi Pendorong Ekonomi Berkelanjutan

Pemerintah
Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Tanam Mangrove Ditarget 1.500 Hektare Lahan Setahun ke Depan

Pemerintah
2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

2,48 Juta Karbon dari Indonesia Dijual ke Luar Negeri Mulai 20 Januari

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau