Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deforestasi Diprediksi Naik hingga Setengah Juta Hektare pada 2025

Kompas.com, 16 Januari 2025, 20:17 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wahi) memprediksi bahwa angka deforestasi atau kerusakan hutan akan meningkat 500.000-600.000 hektare pada 2025.

Deputi Eksternal Walhi Mukri Friatna mengatakan, pemerintah mencatat angka deforestasi hingga saat ini mencapai sekitar 200.000 hektare.

"Dalam prediksi lingkungan hidup tahun 2025, akan terjadi peningkatan antara 0,5 sampai dengan 0,6 juta hektare dari angka yang semula 0,2 juta hektare," kata Mukri dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2025).

Baca juga: KPH Bisa Cegah Deforestasi, tetapi Cuma pada Tahun Rentan Api

"Variabel atau parameternya yang pertama adalah anggaran dalam APBN tahun 2025 khusus untuk Kementerian Kehutanan saja hanya 6,2 juta hektare Rp 62 triliun alokasi untuk penyelamatan kawasan hutan itu," jelas dia.

Faktor lainnya, lanjut Mukri, ialah reforestasi yang tak sebanding dengan angka deforestasi. Kemudian, program Lumbung Pangan atau Food Estate seluas 3,2 juta hektare di mana 1,5 juta di antaranya merupakan kawasan hutan dan lebih dari 500.000 hektare termasuk kawasan hutan alam.

"Ketiga, pemakaian izin pinjam pakai kawasan hutan. Jadi kawasan hutan sekarang telah terbebani izin khusus untuk pertambangan mineral dan logam luasnya 9 juta hektare, tetapi yang sudah berproduksi baru sampai pada angka 8 juta hektare," tutur Mukri.

Dia berpandangan, Proyek Strategis Nasional (PSN) juga bakal memengaruhi laju deforestasi di tahun ini. Hal tersebut bisa diperparah dengan izin baru di sektor pertambangan mineral serta batu bara.

Baca juga: Hutan Hujan Amazon Alami Kebakaran, Kekeringan, hingga Deforestasi

"Yang kami mau sampaikan adalah terkait dengan bagaimana kondisi lingkungan hidupnya, lebih kepada pencemaran udara air dan pesir pantai yang objeknya lebih banyak diarahkan kepada wilayah-wilayah yang menjadi objek pertambangan khususnya untuk pelaksanaan program hilirisasi," ucap dia.

Walhi meminta, agar pemerintah tidak mengganggu ataupun merusak hutan alam demi proyek food estate.

Pemerintah pun didorong menghapus regulasi yang dianggap merugikan lingkungan hidup, serta melemahkan peran serta masyarakat dalam upaya penyelamatan lingkungan.

"Jadi untuk Food Estate ini kalaupun berkamuflase lewat menganti namanya dengan nama ketahanan pangan, jangan dimasuki hutan alam dari total 3,5, 1,5 juta hektare-nya adalah hutan alami. Jangan dicampurin perhutanan sosial milik rakyat," ujar Mukri.

Dia menyampaikan, target perhutanan sosial yang belum tercapai harus menjadi perhatian pemerintah. Lainnya, tata ruang perlu dievaluasi secara berkala.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau