KOMPAS.com - Perubahan iklim dan pemanasan global terbukti membut es di Antarktika Kutub Selatan dan Arktik di Kutub Utara mencair.
Es di dua kutub Bumi tersebut merupakan beberapa tanda vital planet ini. Bila lapisan es mencair, permukaan air laut akan naik dan menimbulkan berbagai dampak serta bencana bagi kehidupan.
Antarktika terbagi oleh Pegunungan Transantartika. Di sana terdapat Gunung Erebus dan danau lava ikoniknya.
Baca juga: Antarktika Semakin Menghijau karena Perubahan Iklim
Selain menaikkan permukaan air laut, pencairan es di Antarktika rupanya juga memicu dampak yang tak kalah besar.
Menurut penelitian terbaru, mencairnya lapisan es di Kutub Selatan Bumi tersebut berpotensi "membangunkan" gunung-gunung berapi di bawah lapisan es Antarktika.
Penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal Geochemistry, Geophysics, Geosystems pada Desember 2024 berjudul Magma Chamber Response to Ice Unloading: Applications to Volcanism in the West Antarctic Rift System.
Dilansir dari Eos, Jumat (3/1/2025), ada lebih dari 100 gunung berapi yang "bersembunyi" di bawah permukaan Antarktika.
Gunung-gunung tersebut berpotensi menjadi lebih aktif dengan letusan subglasial, yakni letusan yang terjadi ketika lava berinteraksi dengan es. Letusan ini terjadi di bawah permukaan air.
Baca juga: Suhu Daratan Antarktika Naik 10 Derajat Celsius pada Juli
Kebanyakan dari gugusan gunung berapi tersebut berjajar di sepanjang pantai barat Antraktika.
Beberapa dari gunung tersebut memiliki puncak di permukaan. Lainnya memiliki puncak beberapa kilometer di bawah lapisan es Antarktika.
Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan sekitar 4.000 simulasi komputer untuk memahami aktivitas gunung berapi akibat mencairnya lapisan es di Antarktika.
Hasil dari simulasi tersebut menunjukkan, mencairnya es tidak hanya meningkatkan frekuensi letusan, tetapi juga memperbesar skala letusan.
Hal tersebut terjadi karena lapisan es di permukaan yang menipis membuat tekanan terhadap magma di bawah permukaan menjadi berkurang.
Baca juga: Bahaya, Lapisan Es Antarktika Menyusut Drastis dalam 25 Tahun
Kondisi tersebut membuat magma lebih leluasa untuk memuai, sehingga meningkatkan tekanan pada dinding dapur magma dan dapat menyebabkan letusan.
Beberapa dapur magma juga mengandung gas yang mudah menguap dalam jumlah besar, yang biasanya terlarut ke dalam magma.
Letusan gunung berapi subglasial mungkin tidak terlihat di permukaan, tetapi dapat berdampak pada lapisan es.
Panas dari letusan ini dapat meningkatkan pencairan es jauh di bawah permukaan dan melemahkan lapisan es di atasnya.
Situasi ini dapat menimbulkan siklus yang berulang, mencairnya es dapat meningkatkan letusan dan letusan dapat semakin mencairkan es.
Para peneliti menekankan, proses ini berjalan lambat dan berlangsung selama ratusan tahun.
Namun, hal ini berarti siklus tersebut dapat terus berlanjut bahkan jika dunia mengurangi pemanasan global akibat aktivitas manusia.
Baca juga: Es Laut Antarktika Alami Rekor Terendah di Musim Dingin
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya