Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 18 Januari 2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Jumlah produksi listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil di China meningkat 1,5 persen pada 2024.

Menurut data Biro Statistik China, mayoritas penambahan produksi listrik itu berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. 

Sisanya yakni pembangkit listrik tenaga gas alam yang berkontribusi cukup sedikit, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (16/1/2025).

Baca juga: Kapasitas PLTU Captive RI Diprediksi Salip Pembangkit Batu Bara Australia

Menurut biro tersebut, produksi listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil di China sepanjang 2024 mencapai 6,34 triliun kilowatt-jam (kWh).

Data terbaru tersebut melemahkan ekspektasi sebelumnya bahwa PLTU batu bara di China sedang mencapai puncaknya.

Pasalnya, emisi di sektor ketenagalistrikan di China dianggap penting untuk dekarbonisasi "Negeri Panda".

Data tersebut menyoroti tantangan lanjutan dalam menyetop PLTU batu bara untuk menyuplai kebutuhan energi listrik di China yang terus meningkat untuk kebutuhan industri dan perekonomian.

Baca juga: PLN IP Manfaatkan Limbah Uang Kertas BI untuk Campuran PLTU Batu Bara 

Direktur Tenaga Listrik dan Energi Terbarukan China S&P Global Commodity Insights Peng Chengyao mengatakan, data terbaru itu lebih tinggi dari perkiraan lembaga konsultan tersebut pada awal tahun ini.

Dia menuturkan, permintaan energi listrik ternyata lebih tinggi daripada perkiraan.

Pertumbuhan produksi listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil di China juga tak lepas dari pengaruh pembangkitan setrum dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Meski jumlah PLTA dan produksi listriknya meningkat dari tahun ke tahun, suplai dari energi terbarukan tersebut belum bisa mengimbangi permintaan energi listrik.

Apalagi, produksi listrik dari PLTA di China pada 2024 sempat menurun untuk beberapa waktu karena kekeringan.

Baca juga: PLTU Lontar Manfaatkan Sampah Biomassa Jadi Bahan Bakar

"Sekitar bulan September, tenaga air mengalami penurunan yang sangat tajam. Itu hanya sedikit lebih baik daripada kondisi kekeringan parah tahun sebelumnya," kata David Fishman dari lembaga konsultan Lantau Group.

Dengan kondisi gelombang panas yang meningkatkan konsumsi listrik untuk pendingin ruangan, Fishman menyoroti pembangkit energi terbarukan tak cukup memenuhi lonjakan permintaan tersebut.

Berdasarkan data Biro Statistik China, permintaan listrik di "Negeri Panda" secara keseluruhan naik 4,6 persen pada 2024.

Untuk tahun 2025, analis Greenpeace mengatakan, energi terbarukan dapat memenuhi semua pertumbuhan permintaan listrik di China.

Pemimpin proyek Greenpeace Asia Timur yang berkantor pusat di Beijing, Gao Yuhe, menuturkan, hal itu akan membuka jalan bagi sektor listrik China untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2025.

Baca juga: Pemensiunan PLTU Batu Bara Sejak 2024 Bisa Cegah 182.000 Kematian akibat Polusi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau