Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/11/2024, 14:32 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sejak 2024 bisa mencegah 182.000 kematian akibat polusi udara.

Selain itu, pemensiunan PLTU batu bara bisa menghemat biasa kesehatan sebesar 130 miliar dollar AS.

Saat ini, PLTU bertanggung jawab atas 10.500 kematian tahunan dan beban ekonomi sebesar 7,4 miliar dollar AS di Indonesia.

Baca juga: Pendanaan Iklim COP29 Dapat Digunakan untuk Pensiunkan PLTU

Analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) Katherine Hasan mengatakan, visi Presiden Prabowo Subianto untuk memensiunkan PLTU batu bara secara bertahap akan menjadi titik balik bagi Indonesia.

"Namun, intuk mewujudkan tujuan ini diperlukan kepemimpinan yang kuat serta dukungan dari semua kepentingan yang terlibat," kata Katherine dikutip dari siaran pers, Rabu (26/11/2024).

Dukungan terseut terutama dari investor yang melihat potensi yang besar untuk menghasilkan peluang ekonomi yang besar.

Katherine menyampaikan, pemensiunan PLTU batu bara juga perlu dibarengin pengembangan energi terbarukan yang lebih ambisius.

Baca juga: Prabowo Akan Hentikan Operasional PLTU 15 Tahun Lagi, Diganti EBT

Pasalnya, ambisi membangun 75 gigawatt (GW) energi terbarukan yang dipaparkan sebelumnya masih belum cukup untuk menutup selisih penghentian PLTU batu bara.

Target penambahan energi terbarukan di Indonesia setidaknya harus sebesar yang tercantum dalam dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP).

Dokumen tersebut membidik tambahan 210 GW pembangkit listrik non-fosil pada 2040 dan mencapai 80 persen pangsa energi terbarukan pada periode yang sama.

Dengan demikian, jika Presiden Prabowo serius ingin mematikan seluruh pembangkit listrik berbasis energi fosil, penambahan energi terbarukan harus lebih besar lagi.

Baca juga: Bukan Sekadar Kembangkan Energi Terbarukan, Transisi Juga Perlu Pensiunkan PLTU

"Tambahan kapasitas energi terbarukan yang dibutuhkan sekitar 25 persem lebih banyak dari JETP di 2040, kalau semua PLTU dan pembangkit berbahan bakar fosil dipensiunkan," ucap Katherine.

Hal ini penting lantaran mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan permintaan listrik, penerapan target 75 GW juga berarti masih memberi ruang penambahan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil.

Perkiraan CREA, jika penambahan kapasitas energi terbarukan hanya 75 GW, penambahan pembangkit listrik bertenaga fosil pada tahun 2040 akan meningkat hingga 160 persen lebih tinggi dari tahun 2022.

Analis Utama CREA Lauri Myllyvirta menekankan, rencana yang disampaikan Presiden Prabowo harus diselaraskan dengan peta jalan investasi pembangkit listrik yang tertera dalam dokumen CIPP JETP.

"Kami juga meminta agar pemerintah terus berupaya menghilangkan hambatan yang selama ini menghambat lepas landasnya sumber daya energi bersih berbiaya rendah di Indonesia, untuk memastikan bahwa tujuan yang ditetapkan dalam rencana tersebut sepenuhnya terwujud dalam jangka waktu yang diusulkan," tutur Lauri.

Baca juga: Indonesia Perlu Segera Tetapkan Peta Jalan Pensiunkan Dini PLTU Batu Bara

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau