Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YKAN: Emisi CO2 Naik 38 Persen jika Lahan Gambut Dikonversi ke Sawit

Kompas.com - 31/01/2025, 22:40 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Studi terbaru mengungkapkan bahwa emisi karbon dioksida (CO2) naik hingga 38 persen, ketika area gambut dikonversi menjadi lahan sawit.

Data Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Rasis Putra Ritonga, mengatakan penelitian ini dilakukan menggunakan alat bernama Licor pada sampel dari peat swamp forest yakni ekosistem hutan yang terbentuk dari tumpukan bahan organik di Kalimantan Barat.

Hasilnya menunjukkan, selama satu tahun angka CO2 yang keluar dari tanah gambut dengan kondisi tanah netral, 11, yang menandakan kondisi normalnya. Para peneliti membandingkan dari nol-100, dengan angka 20 sebagai batasan maksimum emisi.

Baca juga: Belantara Foundation Gandeng Jejakin Restorasi Lahan Gambut di Jambi melalui Agroforestri

"Ketika terganggu dengan adanya kanal atau terdeforestasi, (emisi) bisa naik hampir dua kali lipatnya, jadi dari 11 ke 20 setara 44 persen. Kalau lebih parahnya lagi, misalnya kita konversi ke kelapa sawit dengan ada kanal-kanal di sana bisa naik sekitar 38 persen CO2-nya," ungkap Rasis Putra Ritonga dalam diskusi di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025).

Artinya, lanjut dia, emisi yang terkumpul sebesar 32 juta ton CO2 per hektare per tahun. Apabila dibiarkan, maka bukan tidak mungkin suhu di bumi naik 2-4 derajat Celsius dalam 50 tahun mendatang.

Area gambut di Indonesia disebut makin rusak karena deforestasi hingga lahan kritis antara 2009-2019. Menurut Rasis, kerusakan terbesar terjadi di Riau, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Tengah. Siklus iklim seperti kekeringan dinilai sebagai salah satu faktor tersebut.

"Dua tahun terakhir ini masih basah, jadi tren deforestasi dan kebakaran di gambut menurun yang berpengaruh terhadap tren degradasi gambut," imbuh dia.

Baca juga: Pertanian Paludikultur Bisa Restorasi Gambut, Ini Kelebihannya

Dia berpandangan, perbaikan bisa dilakukan dengan menjaga agar lahan gambut terutama di area yang ditanam sawit tetap basah melalui pembangunan sekat kanal yang dalam. Lainnya, menambahkan kompos atau pupuk organik, serta menanam kembali tanaman di lahan gambut.

"Untuk memproteksi hal ini sangat penting. Tetapi, kalau yang sudah rusak sebenarnya kita enggak bisa membalikkan ke kondisi semula," jelas dia.

"Caranya, dengan restorasi, pembasahan, vegetasi yaitu ditanami lagi dengan pohon, dan revitalisasi agar masyarakat tidak menebang pohon," imbuh dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau