Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR Nilai Sertifikat REC PLN Tak Dorong Transisi Energi

Kompas.com - 31/01/2025, 17:59 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, Renewable Energy Certificate atau REC yang dikeluarkan PT PLN (Persero) tidak mendorong transisi energi.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan sertifikat itu hanya berkontribusi pada pendapatan PLN.

"Kalau saya bilang, (REC) tidak mendukung transisi energi, tidak mendukung pengembangan energi terbarukan. Tetapi, hanya memberikan tambahan revenue bagi PLN," ujar Fabby saat dihubungi, Jumat (31/1/2025).

Dia menjelaskan, REC mulanya bertujuan memberikan insentif bagi perusahaan listrik atau pengembang energi membangun pembangkit energi baru terbarukan (EBT). PLN kemudian mengadopsi layanan yang sama untuk membuktikan suatu perusahaan memakai EBT dalam ketenagalistrikannya.

Sayangnya, kata Fabby, REC di Indonesia hanya dikeluarkan oleh PLN. Padahal, di negara lain seperti Malaysia, sertifikat tersebut bisa didapatkan dari lembaga independen di bawah pemerintahan yakni Sustainable Energy Development Authority Malaysia (SEDA Malaysia).

"Jadi, yang saya katakan REC itu hanya memberikan tambahan, tidak memberikan insentif yang cukup untuk mengembangkan energi terbarukan. Ini juga jadi persoalan karena yang hanya bisa mengeluarkan REC itu PLN," ungkap Fabby.

Dia berpandangan, pemerintah perlu membuat aturan khusus terkait REC untuk dipasok ke perusahaan ataupun pengembang. Aturan ini nantinya dapat memberikan insentif untuk pengembangan EBT.

"Pemerintah perlu meregulasi soal REC sehingga tidak dimonopoli PLN. Pemerintah perlu membuat aturan khusus, bagaimana REC bisa dipasok ke perusahaan," jelas Fabby.

"Dalam aturan itu, REC dapat digunakan untuk insentif. Dengan menjual REC, pengembang atau perusahaan dapat tambahan untuk meningkatkan risk of system energi terbarukan," imbuh dia.

Untuk diketahui, REC adalah salah satu instrumen produk hijau PLN yang mempermudah pelanggan mendapatkan pengakuan penggunaan EBT yang transparan serta diakui secara internasional.

Layanan ini memvalidasi produksi tenaga listrik per megawatt hour (MWh) yang digunakan pelanggan berasal dari energi listrik hijau yang terverifikasi.

“Setiap sertifikat REC memastikan listrik yang digunakan pelanggan berasal dari pembangkit EBT atau nonfosil, dengan sistem pelacakan APX Tradable Instrument for Global Renewables (TIGRs) dari Amerika Serikat yang memastikan sertifikat telah memenuhi standar internasional," kata Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.

Berdasarkan catatan, penjualan REC mencapai 10,99 terawatt hour (TWh) sejak diluncurkan pada 2020 hingga 2024. Dari total penjualan itu, 49 persen di antaranya dicapai pada 2024 atau sebesar 5,38 TWh. Artinya, kapasitas listrik hijau meningkat dibanding 2023 sebesar 3,54 TWh.

Perusahaan Nike, PT Cheil Jedang Indonesia, PT Asahimas Chemical, PT Agincourt Resources, PT Indah Klat Pulp & Paper Tbk, PT Air Liquide Indonesia, PT South Pacific Viscose, PT Sorini Agro Asia Corporindo, PT Smelting, dan PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia merupakan pengguna REC terbesar dengan kapasitas mencapai 2,81 TWh atau sekitar 52 persen dari total kapasitas yang digunakan pada 2024.

Kini, ada delapan pembangkit PLN yang menyuplai listrik hijau untuk pelanggan REC. Pembangkit tersebut anyara lain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, PLTP Ulubelu, PLTP Lahendong, sertavPLTP Ulumbu. Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata, PLTA Bakaru, PLTA Orya Genyem, dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Lambur.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau