Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/01/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, periode 2025–2030 merupakan masa yang krusial untuk membangun ekosistem yang dapat mempercepat keekonomian hidrogen hijau.

Hidrogen hijau berasal dari proses elektrolisis air dengan sumber energi terbarukan.

Dengan mempercepat keekonomian, hidrogen hijau bisa bersaing dengan hidrogen yang berasal dari proses steam methane reforming (SMR) yang bersumber dari gas alam.

Baca juga: Zona Ekonomi Terusan Suez Raih Investasi untuk Pengembangan Hidrogen Hijau

Hal tersebut disampaikan Fabby dalam diskusi kelompok terpimpin bertajuk Mengidentifikasi Pasar Hidrogen Hijau di Indonesia di Jakarta, Kamis (23/1/2025). 

Fabby menuturkan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 3.687 gigawatt (GW) yang dapat menjadi modal utama untuk mengembangkan hidrogen hijau.

Indonesia juga telah memiliki Strategi Hidrogen Nasional (SHN) sejak 2023 sebagai bagian dari upaya pemanfaatan hidrogen untuk mendukung dekarbonisasi 2060 atau lebih cepat. 

Namun, Fabby menilai SHN belum secara rinci merumuskan strategi untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau.

Baca juga: Ekspor Hidrogen Indonesia Berpotensi Hadapai Sejumlah Tantangan

Agar keekonomian hidrogen hijau tercapai, Fabby mendorong pemerintah serius memprioritaskan peta jalan pengembangan hidrogen hijau.

Dengan demikian, hidrogen hijau dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan harga yang kompetitif di Indonesia pada 2030.   

"Untuk membuat harga hidrogen hijau lebih kompetitif, biaya listrik dari energi terbarukan harus ditekan mencapai di bawah 0,05 dollar AS per kWh, karena akan menentukan biaya produksinya," kata Fabby dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (30/1/2025).

Selain itu, tambah Fabby, infrastruktur hidrogen perlu dibangun sedekat mungkin dengan lokasi permintaan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi. 

"Pemerintah dapat memberikan insentif dan subsidi untuk mendukung penurunan biaya produksi hidrogen hijau, sehingga dapat bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru," jelas Fabby. 

Baca juga: PLN Kembangkan Teknologi Hidrogen Hijau sebagai Energi dan Bahan Bakar

Fabby menyatakan, pemerintah harus mampu memanfaatkan potensi besar energi terbarukan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi domestik, sekaligus memproduksi hidrogen hijau dan ammonia hijau untuk pemakaian dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor.

Pada 2023, konsumsi hidrogen di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 1,75 juta ton per tahun.

Dari total konsumsi tersebut, produksi urea menggunakan 88 persen, produksi amonia 4 persen, dan kilang minyak 2 persen. 

Namun, hidrogen yang digunakan masih didominasi oleh hidrogen abu-abu, yang memiliki intensitas karbon tinggi. 

Fabby menyatakan bahwa untuk mendorong permintaan hidrogen hijau, langkah awal dapat dimulai dengan memenuhi kebutuhan hidrogen dan ammonia dari industri pupuk, semen, dan sektor lain yang sulit didekarbonisasi.

Baca juga: PT PLN EPI Getol Kembangkan Hidrogen Hijau, Bidik Industri dan Transportasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan 'Green Job'
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan "Green Job"
Swasta
500 Warga Lokal Tambang Emas Ilegal di Area Hutan Dekat Sirkuit Mandalika
500 Warga Lokal Tambang Emas Ilegal di Area Hutan Dekat Sirkuit Mandalika
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau