KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkapkan berinvestasi di energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan tenaga air menjadi opsi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan teknologi penangkapan karbon (CC).
Menurut Badan Energi Internasional (IEA) penangkapan karbon adalah teknologi yang menangkap dan menyimpan karbon dioksida, biasanya dari lokasi-lokasi yang sangat berpolusi seperti pembangkit listrik atau fasilitas industri.
IEA mencatat, meskipun penerapan penangkapan karbon secara global semakin meningkat, angka-angka tersebut masih jauh di bawah apa yang diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih.
Baca juga: Pemerintah Komitmen Tekan Emisi meski Target EBT Tak Tercapai Tahun Ini
Namun, Penelitian baru yang dipublikasikan di jurnal Environmental Science and Technology ini menemukan biaya investasi dalam penangkapan karbon dibandingkan energi terbarukan kurang menguntungkan dibandingkan fokus pada sumber energi bersih.
Temuan itu didapat setelah peneliti melakukan studi terhadap dua skenario kebijakan di 149 negara hingga tahun 2050.
Skenario pertama mencatat di mana negara-negara mengubah 100 persen energi menjadi energi terbarukan atau tenaga angin-air-tenaga surya (WWS).
Skenario kedua adalah negara-negara yang menerapkan kebijakan dalam penangkapan karbon (CC) dan penangkapan karbon udara langsung sintetis (SDACC).
Dalam skenario kedua tersebut, juga tetap digunakan campuran energi yang mencakup bahan bakar fosil dan energi terbarukan.
Kedua skenario kemudian memperhitungkan peningkatan yang sama dalam efisiensi energi lalu membandingkan biaya energi, dampak kesehatan masyarakat dan perubahan emisi pada masing-masing skenario.
Baca juga: Indonesia-Turkiye Teken MoU Energi, Kerja Sama EBT hingga Nuklir
Hasilnya, dikutip dari Eco Watch, Senin (24/2/2025) dalam skenario penangkapan karbon, negara-negara akan menanggung biaya sosial sebesar 60 triliun dollar AS hingga 80 triliun dollar AS per tahun atau biaya yang terkait dengan energi, kesehatan, dan iklim yang muncul dengan setiap ton tambahan emisi karbon dioksida.
Bahkan, jika semua karbon ditangkap dan disimpan, skenario ini akan mengakibatkan peningkatan emisi non-karbon dioksida, peningkatan polusi udara, kebutuhan energi serta biaya infrastruktur yang lebih tinggi.
Sementara, dalam skenario WWS, peneliti menemukan ada penurunan biaya energi tahunan sekitar 59,6 persen dan penurunan biaya sosial tahunan sebesar 91,8 persen.
Baca juga: Cara Produksi Hidrogen Berkelanjutan Dikembangkan, Bebas Emisi Karbon
"Jika Anda menghabiskan 1 dollar AS untuk penangkapan karbon, Anda meningkatkan CO2, polusi udara, kebutuhan energi, biaya energi, jaringan pipa, dan biaya sosial," kata penulis utama studi Mark Jacobson, profesor teknik sipil dan lingkungan di Universitas Stanford di California, AS.
Berinvestasi pada energi terbarukan daripada bergantung pada bahan bakar fosil yang dipadukan dengan penangkapan karbon juga lebih bermanfaat terhadap kesehatan masyarakat.
Seperti yang dilaporkan oleh Universitas Stanford, skenario WWS akan menghindari 5 juta kematian setiap tahunnya dan ratusan juta penyakit lain yang terkait dengan polusi udara.
Hal itu membuat peneliti menekankan solusi energi bersih dibandingkan teknologi CC dan SDACC.
“Satu-satunya cara untuk menghilangkan semua gas dan partikel pencemar udara dan pemanasan iklim dari energi adalah dengan menghilangkan pembakaran,” tulis para penulis dalam makalahnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya