Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

45 Persen Bahan Baku Baterai Dunia dari Indonesia, tapi Diolah di China

Kompas.com, 19 Februari 2025, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho menyampaikan, 40–45 persen bahan baku baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di dunia berasal dari Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Toto dalam rapat dengar pendapat (RDP) terkait perkembangan industri baterai EV Indonesia dengan Komisi XII DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (16/2/2025).

Akan tetapi, mayoritas bahan baku tersebut tak diolah di Indonesia, tetapi diproses di China.

Baca juga: Satgas Hilirisasi Harus Dorong Pembangunan Industri Baterai dan Kendaraan Listrik

"Secara garis besar, itu kemungkinan hampir 40–45 persen kendaraan EV, mobil EV yang ada di dunia, asal (bahan baku) baterainya sebenarnya dari Indonesia," kata Toto, sebagaimana dilansir Antara.

Toto menambahkan, dari Indonesia, material untuk membuat baterai EV tersebut dikirim ke China.

Setelah dikirim ke China, bahan baku tersebut lantas diolah untuk menjadi baterai, kemudian didistribusikan ke dunia, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

"Jadi, sebenarnya, sumbernya ada di Indonesia, tetapi proses hilirisasinya tidak terjadi keseluruhannya di Indonesia. Saya rasa, ini suatu hal yang sangat strategis buat Indonesia," ucap Toto.

Di satu sisi, menguatnya perang dagang antara AS dan China mengakibatkan Beijing agresif menjadikan Indonesia sebagai basis produksi baterai kendaraan listrik.

Baca juga: Ahli Berhasil Olah Limbah Industri Tak Berguna Jadi Komponen Baterai

Toto menjelaskan, agresivitas China berusaha masuk ke Indonesia disebabkan oleh Pemerintah AS yang memberikan tarif yang cukup signifikan terhadap produk-produk yang datang dari China.

Dengan demikian, untuk menghindari tarif tersebut, China berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi baterai kendaraan listrik.

"Jadi contohnya, kalau dari China, itu tarifnya ke AS hampir 40 persen untuk baterainya. Tapi kalau di Indonesia, kemungkinan hanya 10 persen,” ucap dia.

Menurut Toto, keunggulan tersebut dapat dijadikan landasan menjadi basis produksi baterai, bukan hanya untuk Indonesia, melainkan untuk kebutuhan global termasuk AS.

"Ini suatu keunggulan yang kita dapatkan kalau kita menjadi basis produksi baterai," kata Toto.

Baca juga: Ambisi AS Bangun Sistem Baterai Terbesar di Dunia, Seperti Apa?

Sementara itu, anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana mengatakan, Indonesia berpeluang besar menjadi pemain kunci ekosistem baterai kendaraan listrik global dengan komitmen dukungan kuat dari pemerintah.

"Kita harus melihat peluang besar perkembangan global saat ini dalam hal energi dengan Indonesia sebagai pemain kunci dalam ekosistem baterai kendaraan listrik. Hal ini juga selaras dengan prioritas pemerintah mengenai hilirisasi," kata Dewi di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Dewi mendorong IBC, yang sahamnya dimiliki PT Antam, PT Inalum (Persero), PT Pertamina New & Renewable Energy, dan PT PLN (Persero), mengonsolidasikan dukungan dari pemerintah maupun pemegang saham agar potensi ekosistem kendaraan listrik nasional dapat berkembang.

Hal tersebut juga dibutuhkan untuk mengatasi berbagai kendala lintas sektor dalam pengembangan kendaraan listrik, seperti produksi baterai, pembangunan infrastruktur pengisi daya, dan insentif bagi industri.

Baca juga: Polygon Group Kembangkan Manufaktur Baterai Lithium melalui PT Greenway Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau