KOMPAS.com - Baterai berbasis lithium iron phosphate (LFP) semakin diminati pasar global untuk kendaraan listrik.
Founder & Principal PT Life Cycle Indonesia Jessica Hanafi mengatakan, baterai LFP merupakan teknologi yang berkembang pesat di dunia.
Bahkan, permintaan baterai LFP hampir menyalip baterai berbasis nikel, terutama di China.
Baca juga: 45 Persen Bahan Baku Baterai Dunia dari Indonesia, tapi Diolah di China
"Sementara yang nickel base (baterai berbasis nikel) itu memang masih (banyak) digunakan di Eropa dan di Amerika," kata Jessica dalam diskusi kebijakan yang digelar Low Carbon Development Indonesia dan dipantau secara daring, Kamis (20/2/2025).
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), saat ini baterai berbasis nikel memang masih mendominasi untuk kendaraan listrik dunia.
Akan tetapi, permintaan bateri LFP meningkat signifikan dari 2021 sampai 2023. Hal tersebut karena baterai LFP lebih murah dibandingkan teknologi lainnya.
Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara produsen nikel terbesar di dunia. Nikel-nikel yang ditambang dari Indonesia pun dimanfaatkan untuk baterai.
Baca juga: Satgas Hilirisasi Harus Dorong Pembangunan Industri Baterai dan Kendaraan Listrik
Meningkatnya permintaan baterai LFP menurut Jessica harus direspons serius oleh para pemangku kebijakan.
Pasalnya, dia menilai baterai berbasis nikel menghadai "ancaman potensial" di pasar karena dunia bertransisi ke teknologi LFP.
"Jadi kita perlu secara strategis memikirkan bagaimana kita harus move (bergerak) ke sana," ujar Jessica.
Dia menambahkan, Indonesia juga perlu memposisikan dini menghadapi pasar global tersebut, termasuk menghadapi pasar dalam negeri.
Baca juga: Ahli Berhasil Olah Limbah Industri Tak Berguna Jadi Komponen Baterai
Agar tetap kompetitif, industri baterai berbasis nikel Indonesia disebut harus fokus pada pengurangan biaya produksi atau menjajaki penerapan teknologi LFP sebagai alternatif.
Para pemangku beijakan juga perlu mengeksplorasi dan berinvestasi dalam teknologi LFP untuk mendiversifikasi produksi baterai guna mengurangi risiko pasar.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, selain mendorong industri nikel untuk baterai, pemerintah perlu memikirkan skenario alternatif.
Pasalnya, saat ini ada banyak perkembangan teknologi yang menggunakan baterai LFP.
"Jadi artinya juga perlu ada investasi untuk yang berbasis baterai LFP. Tapi itu sebagai second choice (pilihan kedua) atau alternatif, ucap Faisal.
Baca juga: Baterai Litium-Sulfur Ultra Fast Charging Jadi Solusi Mobil Listrik Jarak Jauh
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya