KOMPAS.com - Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Profesor Hendro Juwono berhasil mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) dengan nilai oktan atau research octane number (RON) tinggi.
Profesor dari Departemen Kimia ITS tersebut melakukan penelitian dengan metode pirolisis terhadap polimer plastik yang mudah terdegradasi.
Dalam penelitiannya, plastik yang telah diolah tersebut diuji dan menunjukkan RON mencapai nilai 98 hingga 102.
Baca juga: BBM Baru RON 95 Akan Meluncur Akhir Juli, Ada Campuran Bioetanol
"Angka RON yang muncul menunjukkan kualitas lebih bagus daripada bahan bakar yang sekarang beredar di masyarakat," kata Hendro dikutip dari situs web ITS, Kamis (6/3/2025).
Plastik dipilihnya sebagai bahan studi karena merupakan turunan dari bahan tak terbarukan. Senyawa dari plastik juga memiliki kesamaan dengan senyawa BBM, seperti minyak bumi dan gas.
Meski menghasilkan RON tinggi, pengolahan limbah plastik menjadi BBM tinggi memerlukan suhu sebesar 400 derajat celsius.
Suhu tinggi tersebut berimbas pada kebutuhan listrik yang besar yang berimplikasi pada kenaikan biaya produksi.
Baca juga: Bahlil Minta Pertamina Pasang Contoh BBM RON 90 dan 92 di Semua SPBU
Guna menekan biaya produksi dari kebutuhan listrik, Hendro mencampurkan limbah plastik dengan biomassa.
Biomassa yang dipakai untuk campuran tersebut adalah minyak nyamplung, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), dan minyak jelantah atau waste cooking oil (WCO).
Biomassa tersebut dipilih sebagai campuran karena hanya memerlukan suhu 250 derajat celcius.
Ketika biomassa nyamplung, CPO, dan WCO dicampurkan dengan limbah plastik, suhu yang diperlukan untuk mengolahnya menjadi BBM hanya sebesar 300 derajat celsius.
Baca juga: Soal BBM Pertamina, Kepala Lemigas: Kami Sudah Uji Khusus, Semua RON Sesuai Standar
Selain bisa menghemat tenaga listrik dan pengeluaran, pemanfaatan biomassa yang juga lebih murah dan mudah didapatkan.
Hendro menuturkan, penelitian yang ia lakukan dapat membantu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama Tujuan 7 yakni Energi Bersih dan Terjangkau serta Tujuan 12 yakni Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab.
Dia berharap, riset yang dilakukan dapat membantu penyelesaian masalah lingkungan dan energi.
"Penelitian ini memerlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama," jelasnya.
Baca juga: Ahli Sebut Campuran RON 90 dan RON 92 Tak Bisa Hasilkan Pertamax
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya